Galin Ardin
, pegawai Ditjen PajakPRESIDEN Joko Widodo telah resmi memperkenalkan Dewan Pengawas dan Dewan Direksi Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Itu lembaga sovereign wealth fund (SWF) Indonesia yang digadang-gadang mampu menarik investasi triliunan rupiah dari baik dari dalam maupun luar negeri.
Pemerintah Jepang dan Amerika Serikat telah menyatakan komitmennya menginvestasikan dananya di LPI sebesar Rp84 trilliun. Berbagai paket kebijakan pun telah disiapkan untuk mendukung suksesnya LPI, salah satunya adalah kebijakan di bidang perpajakan.
Ada sejumlah insentif perpajakan yang ditawarkan pemerintah untuk menarik pemodal asing maupun dalam negeri berinvestasi di LPI. Kebijakan itu antara lain pertama, pembentukan dana cadangan wajib LPI dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto.
Kedua, penghasilan dari bunga pinjaman yang diterima oleh LPI dibebaskan dari pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan, kecuali penghasilan bunga dari obligasi. Ketiga, penghasilan dividen yang diterima oleh mitra LPI di luar negeri dapat dikenakan PPh sebesar 0%.
Keempat, keuntungan dari penjualan saham saat berakhirnya kerjasama dengan LPI dikenakan pajak sebesar 0.1% apabila penjualan saham dilakukan di luar bursa dan dikenakan tarif normal apabila penjualan saham dilakukan di bursa saham.
Pemerintah juga menurunkan tarif PPh menjadi 22% pada 2021 dan 20% pada 2022, tambahan pengurangan PPh 3% untuk perusahaan terbuka, pembebasan dividen dalam negeri, penyesuaian tarif PPh Pasal 26 dan pengecualian penyertaan modal dalam bentuk aset sebagai objek PPN.
Lalu muncul pertanyaan, apakah insentif perpajakan yang telah digelontorkan itu efektif menarik minat investor pada SWF seperti LPI? Untuk menjawabnya, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa dan bagaimana lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden itu.
Menurut PP No. 74/2020, LPI adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui generis) untuk mengelola investasi pemerintah pusat. Modal LPI berasal dari penyertaan modal negara dan sumber lain, dapat berbentuk dana tunai, barang milik negara, piutang atau saham negara pada BUMN.
PP itu menjelaskan modal minimal LPI Rp75 triliun rupiah. Untuk menjalankan tugasnya, LPI menempatkan dana dalam instrumen keuangan, mengelola aset, bekerja sama dengan pihak lain, menentukan calon mitra investasi, menerima dan memberi pinjaman serta menatausahakan aset.
Saat ini, negara lain yang juga memiliki SWF gencar melakukan promosi. India misalnya, memberikan pembebasan pajak 100% atas bunga, dividen dan capital gain dari penghasilan SWF. Namun, tax holiday ini dapat dinikmati apabila investor berinvestasi minimal 3 tahun. (Business Today, 2020)
Pada dasarnya perlakuan perpajakan SWF digolongkan ke dalam 3 kategori, unilateral exemption, reciprocal exemption dan no special exemption. Unilateral exemption adalah pembebasan pajak terhadap passive income yang diterima mitra SWF dalam bentuk dividen, bunga dan capital gain.
Unilateral tax exemption ini diberikan sebagai perpanjangan konsep sovereign immunity. Negara yang menerapkan unilateral exemption di antaranya adalah Amerika Serikat, Australia dan Kerajaan Arab Saudi (Irish, 2008)
Adapun tax exemption itu diberikan atas bunga, dividen dan capital gain dari aktivitas jual beli saham, obligasi dan surat berharga lainnya melalui SWF. Sedangkan royalti, dividen dan keuntungan lain yang diperoleh oleh negara lain melalui aktivitas komersial diluar SWF akan dikenakan pajak.
Bentuk kedua dari pemajakan SWF adalah reciprocal exemption, yaitu pembebasan pajak atas investasi SWF atas dasar timbal balik antar negara. Contoh negara yang menerapkan reciprocal exemption adalah Malaysia dan Singapura (Irish, 2008).
Berdasarkan Pasal 11 Tax Treaty Singapura dan Malaysia, penghasilan bunga dari Singapura yang dibayarkan ke Pemerintah Malaysia, Pemerintah Negara Bagian Malaysia, Bank Negara Malaysia, Badan Hukum Malaysia dan Bank Ekspor Impor Malaysia dikecualikan dari pemotongan PPh.
Bentuk ketiga fasilitas pemajakan SWF adalah no special exemption. Menurut ketentuan ini, selama investor asing baik dari lembaga asing maupun perusahaan asing memperoleh keuntungan dari negara sumber, investor tersebut harus dikenakan pajak yang sama dengan investor lainnya.
Misalnya Jerman, yang tidak memiliki ketentuan pembebasan pajak terhadap investasi oleh pemerintah atau lembaga asing karena penghasilan bunga dan capital gain dari investasi asing bebas pajak atau terkena pajak rendah. Akibatnya, pajaknya sama seperti investasi korporasi asing.
Unilateral Exemption
BERDASARKAN penjelasan di atas, kita dapat melihat pada dasarnya indonesia menganut rezim unilateral exemption karena menurut dalam PP Perlakuan Perpajakan LPI, otoritas pajak dapat mengenakan pajak sebesar 0% terhadap dividen yang diterima oleh mitra LPI.
Selain itu, capital gain yang diterima mitra LPI pada saat berakhirnya LPI juga dikenakan pajak sebesar 0,1% apabila penjualan saham dilakukan di luar bursa saham. Namun, pemerintah tidak memberikan pembebasan pajak terhadap penghasilan mitra LPI yang berbentuk bunga.
Hal ini berarti jika LPI melakukan pinjaman terhadap negara maupun lembaga asing, maka atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan. Pembebasan pajak hanya dikenakan atas penghasilan bunga LPI apabila LPI meminjamkan dananya ke pihak lain.
Bahkan, apabila LPI membeli obligasi ke pihak lain, penghasilan bunga obligasi itu tetap dikenakan pajak. Hal ini tentu membuat LPI menjadi kurang kompetitif di mata investor apabila dibandingkan dengan SWF India yang memberikan tax exemption 100% terhadap bunga, dividen dan capital gain.
Dalam kajiannya, Knoll (2020) menyatakan apabila diasumsikan bahwa semua investasi bebas dari risiko, maka investor akan memilih investasi di SWF yang memberikan tingkat pengembalian setelah pajak (rate of return after tax) yang paling tinggi.
Karena itu, pemerintah dapat memperluas cakupan unilateral exemption dengan memasukkan bunga pinjaman termasuk obligasi yang diterima mitra LPI sebagai penghasilan yang dikecualikan dari pajak. Bukan tidak mungkin investor berminat berinvestasi dalam bentuk pinjaman daripada saham.
Dalam hal ini, pendekatan unilateral exemption lebih mungkin diterapkan daripada reciprocal exemption karena butuh waktu lama merevisi tax treaty. Selain itu, dengan berlakunya Multilateral Instrument Indonesia pada Agustus 2020, revisi tax treaty menjadi tidak relevan lagi.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.