PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Akibat Setelah RI Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang

Redaksi DDTCNews | Minggu, 23 Februari 2020 | 18:05 WIB
Akibat Setelah RI Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang

JAKARTA, DDTCNews—Indonesia dikeluarkan dari daftar negara berkembang (developing and least-developed countries) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pencabutan status ini dilakukan oleh Amerika Serikat ( AS) lewat Kantor Perwakilan Perdagangan (US Trade Representative/USTR).

Karena itu, Indonesia tidak lagi mendapatkan tarif rendah bea masuk impor ke AS dan berbagai bantuan lainnya, misalnya untuk tekstil dan produk tekstil. Selain Indonesia, China dan India juga dicoret. Langkah ini berawal kejengkelan Presiden AS Donald Trump mengenai penerima skema preferensi khusus itu.

Trump, dalam kunjungannya ke Davos, Swiss bulan lalu, mengatakan WTO memperlakukan AS tidak adil. “China dipandang sebagai negara berkembang. India juga. Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang. Sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang,” cetus Trump.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Negara-negara yang masih menyandang status least-developed countries, seperti dilansir laman WTO, adalah Djibouti, Afghanistan, Angola, Bangladesh, Benin, Burkina Faso, Burundi, Kamboja, Republik Afrika Tengah, Chad, dan Republik Demokratik Kongo.

Kemudian Zambia, Gambia, Guinea, Guinea Bissau, Haiti, Republik Demokratik Rakyat Laos, Lesotho, Liberia, Madagaskar, Malawi, Mali, Mauritania, Mozambik, Myanmar, Nepal, Niger, Rwanda, Senegal, Sierra Leone, Pulau Solomon, Tanzania, Togo, Uganda, Vanuatu, dan Yaman.

Sementara itu, 8 negara lain yang tergolong dalam status sama juga tengah bernegosiasi untuk bergabung dengan WTO. Negara-negara tersebut terdiri atas Bhutan, Komoro, Etiopia, Sao Tomé & Principe, Somalia, Sudan Selatan, Sudan, dan Timor-Leste.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Menurut WTO, tidak ada pengertian resmi yang ditetapkan untuk kategori negara berkembang atau negara maju. Negara berkembang di WTO dilakukan dengan dasar penetapan sendiri oleh masing-masing negara meskipun tidak serta merta diterima oleh WTO.

Negara lain dapat menentang atau menyetujui ketika sebuah negara mengumumkan sebagai negara berkembang atau negara maju. Anggota WTO yang mengumumkan status negaranya tidak otomatis memperoleh manfaat, seperti Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan AS.

Dalam praktik, negara pemberi preferensilah yang memutuskan daftar negara berkembang. Dengan kata lain, penetapan status untuk diberikan keistimewaan tertentu dalam perdagangan ke negara berkembang ditentukan oleh masing-masing negara maju yang telah menjadi anggota WTO.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Perlakuan khusus ini ditujukan untuk membantu negara berkembang keluar dari kemiskinan. Hak tertentu ini contohnya ketentuan dalam beberapa perjanjian dagang WTO yang memberi kelonggaran lebih lama untuk melakukan transisi sebelum sepenuhnya mengimplementasikan perjanjian.

Sebelum Indonesia, sebenarnya, Amerika Serikat ( AS) telah mengeluarkan sejumlah negara dari daftar negara berkembang WTO hingga negara tersebut tidak lagi memperoleh GSP, di antaranya adalah Afrika Selatan, Argentina, Brasil, dan India. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak