BANGLADESH

Ahli Kesehatan Tuntut Pajak Tinggi Atas Junk Food

Redaksi DDTCNews | Rabu, 26 Oktober 2016 | 07:30 WIB
Ahli Kesehatan Tuntut Pajak Tinggi Atas Junk Food

DHAKA, DDTCNews – Mustofa Zaman, pegawai yang bekerja di Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) di Bangladesh mengatakan perusahaan makan cepat saji atau junk food harus dipaksa untuk membayar pajak lebih tinggi.

Menurutnya, penghasilan dari dikenakannya pajak yang lebih tinggi bagi perusahaan junk food dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terkenan non-penyakit menular yang disebabkan oleh konsumsi junk food secara berlebih.

“Sekalipun perusahaan harus membayar pajak yang lebih tinggi atas produk junk food nya, namun mereka tetap harus mempertahankan harga yang sama untuk produk yang dijualnya,” ujarnya, Senin (24/10).

Baca Juga:
Kasus Kanker Kulit Meningkat, Senator Minta Tabir Surya Bebas PPN

Sementara itu, dokter Abu Sayeed dari Ibrahim Medical College mengatakan biaya tambahan berupa pajak yang akan dikenakan pada junk food harus lebih tinggi daripada tambahan pajak yang dikenakan pada produk tembakau.

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Work for Better Bangladesh (WBB) pada hari Senin (24/10), dikatakan bahwa makanan seperti burger, nasi goreng, kentang goreng, keripik, minuman ringan dan minuman energi dapat dikategorikan sebagai junk food.

Junk food merupakan jenis makanan yang dapat menyebabkan penyakit jantung, diabetes, stroke, kanker dan banyak penyakit lainnya, sehingga para ahli kesehatan menyarankan agar junk food dapat dikenakan pajak yang lebih besar.

Baca Juga:
WHO Serukan Kebijakan Pajak dan Subsidi untuk Dorong Pola Makan Sehat

Para ahli kesehatan, seperti dilansir dalam bdnews24.com, juga mendesak pemerintah untuk lebih mengurangi jumlah iklan makanan junk food dengan kalori tinggi, garam dan gula, dibandingkan dengan iklan untuk produk tembakau.

WBB menerbitkan laporan penelitian mengenai iklan makanan sehat dan efek sampingnya terhadap kesehatan masyarakat. Berdasarkan laporan tersebut 61% dari populasi Bangladesh menderita penyakit yang tidak menular atau non-communicable diseases (NCD).

“Kontrol tembakau semakin menjadi prioritas sedangkan kebiasaan makan makanan yang tidak sehat lantas diabaikan,” ungkap laporan tersebut. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN