GAYA berbisnis generasi milenial yang mengedepankan teknologi dan sistem serba modern, disadari atau tidak, telah mulai menggeser eksistensi bisnis konvensional dengan pakem-pakem tradisional.
Dengan mengandalkan teknologi, pelaku bisnis milenial ini terus membangun konsep bisnis yang lebih efektif dan efisien. Pada akhirnya, bukan fenomena baru lagi, pelanggan tidak harus bertatap muka dengan penjual saat bertransaksi.
Selain itu, dengan ‘ongkos’ investasi yang tidak terlalu besar,entrepreneur milenial sudah bisa memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggan. Salah satu contoh yang marak terjadi saat ini adalah proses pembayaran elektronik yang mudah dan aman.
Pola-pola bisnis inilah yang bisa diadopsi dalam dunia perpajakan Indonesia. Memasuki era digital yang serba praktis dan cepat diperlukan adanya tata-cara pembayaran pajak yang mudah dan dapat dijangkau oleh berbagai macam kalangan, terutama generasi muda.
Apalagi tren pembayaran secara digital atau nontunai juga telah menjadi tren di berbagai negara. Negara-negara besar seperti Kanada dan Inggris Raya dapat menjadi contoh. Sistem pembayaran nontunai telah melekat dalam kehidupan masyarakat di sana.
Kepemilikan rekening bank warga Kanada usia di atas 15 tahun sudah sekitar 96%. Penggunaan kartu debit di negara ini juga sudah mencapai sekitar 78,1%. Sementara, Inggris telah membangun sistem e-Government dengan mengintegrasikan berbagai layanan publik. Sekitar dua per tiga masyarakat Inggris sudah beralih ke pembayaran secara mobile.
Di Tanah Air sendiri, Bank Indonesia sangat mendukung penerapan pembayaran nontunai. Bank sentral pun telah memperkenalkan uang elektronik pada 2009, hingga akhirnya ada Gerakan Nasional Nontunai. Skema ini juga diyakini mampu memberikan efektivitas pada kebijakan moneter.
Meluasnya penggunaan pembayaran nontunai, baik dalam negeri maupun luar negeri, memberikan sinyal kebutuhan teknologi yang harus pula diterapkan pada sistem pembayaran pajak. Bagaimanapun, ada momentum bonus demografi yang harus dicermati.
Kondisi ini pada gilirannya memunculkan pertanyaan terkait cara pemerintah meningkatkan kepatuhan generasi milenial – sebagai wajib pajak – dalam memenuhi kewajibannya. Cara ini tidak bisa dilepaskan dari konteks perkembangan teknologi yang sudah ada.
Harus disadari, generasi milenial yang ada saat ini akan menjadi wajib pajak utama, menggantikan generasi sebelumnya. Budaya berteknologi, dengan segala keunggilan dan kelemahannya, menjadi karakteristik generasi ini.
Aspek-aspek inilah yang bisa dipakai sebagai momentum bagi Otoritas Pajak untuk mereformasi sistem pemungutan pajak tradisional dengan mengandalkan layanan financial technology (fintech).
Penciptaan aplikasi pengisian surat pemberitahuan (SPT) secara online (e-filing) dan sistem pembayaran e-billingpun juga belum berdampak optimal. Padahal, instrumen itu dinilai memudahkan wajib pajak dalam perhitungan kewajiban secara otomatis, akurat, dan instan.
Multifungsi
Keberadaan suatu aplikasi multifungsi, bagaimanapun menjadi daya tarik generasi milenial saat ini. Apalagi, saat ini banyak bisnis fintech yang menawarkan dompet uang nontunai untuk pembayaran apapun. Melalui perekaman data konsumen, perusahaan fintech juga sering memberikan skema poin atau reward.
Skema-skema cashback saat berbelanja melalui dompet uang nontunai itu, pada gilirannya membuat masyarakat tertarik menggunakannya. Tidak mengherankan jika akhir-akhir ini sering dijumpai antrean yang mengular dari pengunjung gerai-gerai makanan di mal karena ada promo penggunaan uang nontunai itu.
Melihat fenomena ini, penulis mempunyai ide untuk menciptakan sarana bagi wajib pajak untuk mendapat kemudahan dan keuntungan dalam pembayaran pajak. Seperti diketahui, manfaat dari pembayaran pajak tidak dapat dirasakan wajib pajak secara langsung.
Mengutip Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tidak adanya manfaat yang bisa diperoleh secara langsung membuat wajib pajak enggan patuh memenuhi kewajibannya. Dengan konsep reward perusahaan fintech yang disesuaikan dengan kebutuhan penerimaan pajak, penulis mengusulkan aplikasi bernama ‘TikTAX’.
Aplikasi ini diharapkan dapat membantu wajib pajak dalam pembayaran pajak, tanpa harus melalui KPP. Selain itu, ada reward yang dapat digunakan untuk menikmati fasilitas umum, seperti potongan pembayaran listrik, air, dan jalan tol.
Aplikasi ini diwajibkan untuk dimiliki oleh setiap wajib pajak dengan tujuan untuk memperoleh banyak kemudahan dalam menggunakan fasilitas umum. Pada saat akan melewati jalan tol, pengguna hanya perlu melakukan tap dari ponsel ke mesin tol, seperti penggunaan kartu uang elektronik saat ini.
Secara teknis, apalikasi ini dimulai dengan proses pengunduhan di toko aplikasi. Setelah itu, ada proses registrasi dengan mendaftarkan data alamat surat elektronik, nomor telepon, alamat tempat tinggal, penghasilan bulanan, KTP, dan NPWP.
Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak akan langsung masuk ke bagian dompet dana aplikasi ‘TikTAX’ masing-masing. Dalam jangka satu minggu sejak penerimaan penghasilan oleh wajib pajak, pembayaran pajak harus dilakukan barulah dana tersebut dapat ditransferkan ke rekening bank milik wajib pajak.
Keberadaan aplikasi ‘TikTAX’ diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pembayaran pajak secara cepat dan tepat waktu. Selain itu, pemerintah bisa meminimalisasi adanya kecurangan atau penghindaran pembayaran pajak.
Selanjutnya, Otoritas Pajak juga mampu mendeteksi penghasilan yang sebelumnya sulit untuk dikenai pajak (lewate-commerce dan media sosial). Wajib pajak juga mendapat kemudahan dan keamanan dalam bertransaksi dengan negara. Pemanfaatan fasilitas umum pun akan lebih efisien. *
*Artikel esai ini merupakan salah satu dari 15 esai terpilih yang lolos seleksi awal DDTCNews Tax Competition 2018.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.