Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan bukti potong PPh Pasal 23 tetap harus dibuat meskipun jumlah pemotongan nihil karena adanya surat keterangan bebas (SKB).
Contact center DJP, Kring Pajak, memberikan penegasan tersebut setelah menerima pertanyaan dari warganet. Pertanyaan itu mengenai perlu atau tidaknya pembuatan bukti potong jika pemotongan PPh Pasal 23 nihil karena penyedia jasa (wajib pajak badan) mempunyai SKB.
“Dalam kasus tersebut, pemotong tetap menerbitkan bukti potong PPh Pasal 23 dan melaporkan SPT-nya di e-bupot unifikasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PER-24/PJ/2021,” tulis Kring Pajak, dikutip pada Senin (17/4/2023).
Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi, sambung DJP, tidak perlu dibuat jika tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh. Namun, jika pada suatu transaksi, jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya SKB, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tetap harus dibuat.
Tidak hanya untuk PPh Pasal 23, ketentuan yang ada dalam PER-24/PJ/2021 tersebut juga berlaku terhadap beberapa jenis PPh lainnya. PPh yang dimaksud antara lain PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 26.
Wajib pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, dapat dikenai sanksi berdasarkan pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan perubahannya.
Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PER-24/PJ/2021, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi juga tetap dibuat jika transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018 yang terkonfirmasi.
Kemudian, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi juga tetap dibuat jika, pertama, jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan P3B yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili wajib pajak luar negeri.
Kedua, PPh yang dipotong/dipungut ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Ketiga, PPh yang dipotong dan/atau dipungut diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Keempat, pemotongan/pemungutan PPh dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP), bukti penerimaan negara (BPN), atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.