Ilustrasi. Perajin gitar Manto menata gitar akustik buatannya yang dijual di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (5/12/2022). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.
JAKARTA, DDTCNews – Penerapan kebijakan omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak berdampak pada penghitungan PPh final terutang dari wajib pajak orang pribadi UMKM.
Kebijakan yang sudah diamanatkan dalam UU PPh s.t.d.t.d UU HPP tersebut dipertegas kembali dalam ketentuan teknis, yakni PP 55/2022. Dengan berlakunya PP 55/2022, PP 23/2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. ‘PP 23/2018 Dicabut, Begini Cara Hitung Pajak Final UMKM yang Terutang’.
“Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu …, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta rupiah dalam 1 tahun pajak tidak dikenai pajak penghasilan,” bunyi penggalan Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022, dikutip pada Rabu (18/1/2023).
Adapun pajak terutang dihitung berdasarkan tarif 0,5% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP) setelah mempertimbangkan bagian peredaran bruto dari usaha (sampai dengan Rp500 juta) yang tidak dikenai pajak.
Bagian Penjelasan Pasal 60 ayat (5) huruf b PP 55/2022 memberikan contoh penghitungan PPh final terutang wajib pajak orang pribadi UMKM sebagai berikut:
Tuan R merupakan wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar pada Januari 2022. Tuan R memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan ppH bersifat final berdasarkan ketentuan PP 55/2022.
Penghitungan pajak penghasilan yang harus disetor sendiri oleh Tuan R pada tahun pajak 2022 sebagai berikut:
Turan R dikenai PPh final berdasarkan pada ketentuan PP 55/2022 atas bagian peredaran usaha yang melebihi Rp500 juta dalam 1 tahun pajak. Simak pula ‘PP 23/2018 Dicabut, Cara Pelunasan PPh Final UMKM Terutang Tak Berubah’. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.