Penyuluh Pajak KPP Pratama Kepri Jendri Sunandar (bawah kiri) dan Penyuluh Pajak Kanwil DJP Banten Agus Puji Priyono (bawah kanan).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan kembali para pemberi kerja mengenai kesalahan-kesalahan yang kerap kali terjadi ketika melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap.
Hal ini menjadi salah satu topik bahasan dalam Ngobrol Pajak bertajuk 7 kesalahan Pemotongan PPh 21 yang dipandu Penyuluh Pajak KPP Pratama Kepri Jendri Sunandar dan Penyuluh Pajak Kanwil DJP Banten Agus Puji Priyono.
“Karena perhitungan PPh Pasal 21 ini sedikit kompleks sehingga cukup sering terjadi kesalahan pemotongan. Setidaknya terdapat 3 kesalahan pemotongan yang kerap kali terjadi,” kata Agus, dikutip pada Minggu (18/12/2022).
Pertama, kesalahan perhitungan penghasilan yang disetahunkan dan tidak disetahunkan. Untuk penghasilan yang tidak perlu disetahunkan contohnya adalah pegawai yang baru bekerja atau berhenti bekerja di tahun berjalan.
Sementara, untuk penghasilan yang disetahunkan contohnya adalah pegawai yang meninggal dunia, berhenti bekerja dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau pegawai yang pindah dari kantor pusat ke kantor cabang.
“Kalau sampai salah tuh milih disetahunkan atau tidak, nanti jadi lebih bayar, kan repot pegawainya,” ujar Agus.
Kedua, kesalahan penentuan biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Jendri menjelaskan penghasilan biaya yang dapat dikurangkan antara lain biaya jabatan yang nilainya 5% dari penghasilan bruto dan maksimal jumlahnya Rp500.000 dalam satu bulan.
Lalu, iuran pensiun yang dibayarkan oleh pegawai kepada badan pengelola dana pensiun yang telah disahkan oleh menteri keuangan serta sumbangan keagamaan yang memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.
Ketiga, kesalahan terkait dengan penentuan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Agus menjelaskan penghasilan tak kena pajak (PTKP) untuk istri normalnya adalah TK/0. Kemudian, PTKP ditetapkan berdasarkan kondisi wajib pajak pada awal tahun.
“Jadi tidak serta merta, menambah anak itu menambah PTKP ya,” tutur Agus.
Selain itu, untuk kasus suami yang memiliki lebih dari 1 istri atau melakukan poligami, PTKP yang dapat diakui hanya 1 istri saja. Simak 'Poligami dengan Lebih dari Satu Istri, Bagaimana Perlakuan PTKP Suami?'
Jendri juga mengingatkan apabila telah dilakukan pemotongan atas penghasilan pegawai maka pihak pemotong juga harus membuat bukti potong yang nanti digunakan oleh pegawai sebagai lampiran ketika mereka melaporkan SPT Tahunan.
“Bukti potong harus dibuat maksimal 31 Januari tahun berikutnya,” katanya. (Fikri/rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.