JAKARTA, DDTCNews – Hari Pajak pada 14 Juli 2020 dipastikan hadir dalam suasana yang berbeda. Tahun ini, pajak sangat diharapkan menjadi salah satu instrumen untuk membantu ekonomi kembali pulih setelah terdampak pandemi Covid-19.
Biasanya, pajak lebih banyak dilihat dari fungsi penerimaan (budgeter) yang dipakai untuk mendanai belanja negara. Kali ini, fungsi mengatur (regulerend) dari pajak lebih menonjol untuk memberi stimulus pada ekonomi. Alhasil, pemerintah memperlebar batas defisit anggaran di atas 3% PDB.
Berbagai insentif pajak telah diberikan, baik melalui PMK 28/2020, PMK 44/2020, maupun yang terbaru PP 29/2020. Berdasarkan studi komparasi DDTC Fiscal Research, langkah yang diambil pemerintah dalam jangka pendek ini tepat dan selaras dengan 138 negara lain (update per 29 Mei 2020).
Jika dilihat dari tujuan penggunaan instrumen pajak di sejumlah negara tersebut, tiga porsi terbesarnya adalah untuk kemudahan administrasi (37,1%), peningkatan arus kas usaha (35,8%), dan penunjang sistem kesehatan (11,4%). Pajak penghasilan (PPh) paling banyak dipakai.
Dibandingkan dengan negara lain, langkah Indonesia juga cukup progresif. Hal ini dikarenakan selain memberikan berbagai insentif temporer, pemerintah juga merilis kebijakan jangka panjang, yaitu penurunan tarif PPh badan dan pemajakan ekonomi digital.
Namun, setelah berjalan sekitar 3 bulan, hasil evaluasi dari pemerintah menunjukkan pemanfaatan insentif belum optimal. Banyak wajib pajak yang sebenarnya berhak atas insentif tapi belum memanfaatkannya. Alhasil, serapan hingga 27 Juni 2020 baru 10,14% dari estimasi Rp120,61 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih belum optimalnya pemanfaatan insentif tersebut dikarenakan belum maksimalnya sosialisasi. Oleh karena itu, sosialisasi secara masif akan dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders terkait.
“Kami akan terus melakukan sosialisasi yang lebih luas agar dunia usaha memahami bahwa ada fasilitas yang diberikan pemerintah. [Fasilitas ini diberikan] agar mereka mendapat ruang atau bantuan dari sisi beban pajaknya untuk diringankan,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengaku akan melakukan pelacakan terhadap jumlah perusahaan atau wajib pajak yang sebetulnya berhak (eligible) atas sejumlah insentif pajak tersebut. Pasalnya, masih banyak yang sebenarnya berhak atas insentif tapi masih belum memanfaatkannya.
Khusus untuk UMKM, sosialisasi juga dilakukan melalui pengiriman pesan ke alamat surat elektronik (email) masing-masing wajib pajak. Sosialisasi juga akan dilakukan melalui media sosial dan program Business Development Service (BDS) yang dilakukan secara virtual oleh setiap KPP.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan dampak Covid-19 berlaku hampir kepada seluruh sektor usaha. Dia mengapresiasi berbagai insentif yang telah diberikan pemerintah. Namun, skema insentif diusulkan untuk diubah sesuai kondisi pelaku usaha.
“Kami apresiasi stimulus fiskal yang ada saat ini, tetapi memang kebijakan itu perlu diperluas misal insentif PPh Pasal 25 yang tidak hanya 30%. Kebijakan pemerintah tidak boleh setengah-setengah dan harus dilakukan secara cepat bagi yang terdampak lebih dahulu, seperti UMKM,” ujar Rosan.
Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita menilai insentif pajak yang telah diberikan saat ini perlu ditinjau ulang. Dalam situasi saat ini, sambungnya, semua pelaku usaha mempunyai masalah dari sisi cash flow. Oleh karena itu bantuan yang mengarah pada cash flow sangat penting.
Menurutnya, bantuan cash flow melalui diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 perlu dikaji ulang karena dampaknya ke pelaku usaha tidak terlalu besar. Tidak tanggung-tanggung, dia meminta agar diskon itu bisa diberikan hingga 100%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan secara umum program stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 masih menghadapi tantangan pada level operasional dan administrasi. Ruang revisi kebijakan pun dibuka.
“Jadi policy design akan kita lihat setiap minggu. Kita akan lihat juga untuk insentif lainnya seperti apa kondisinya. Jadi, bisa melakukan redesain jika memang perlu diubah,” kata Febrio.
Menurut Anda, apa penyebab masih belum optimalnya pemanfaatan insentif pajak selama masa pandemi Covid-19? Apakah faktor sosialisasi yang masih kurang masif? Atau ada aspek lain yang lebih dibutuhkan pelaku usaha atau wajib pajak sehingga dibutuhkan perubahan skema kebijakan insentif?
Keberhasilan pemberian insentif pajak setidaknya akan menunjukkan niat baik pemerintah untuk condong pada fungsi regulerend pada tahun ini betul-betul berjalan. Jangan sampai, baik fungsi budgeter maupun regulerend dari pajak pada 2020 tidak ada yang berjalan baik.
Tulis komentar Anda di bawah ini. Siapa tahu, Anda yang terpilih meraih hadiah uang tunai senilai Rp1,5 juta (pajak hadiah ditanggung penyelenggara). Penilaian diberikan atas komentar yang masuk sampai dengan Senin, 13 Juli 2020 pukul 13.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan tepat saat momentum Hari Pajak pada Selasa, 14 Juli 2020.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.