DEBAT PAJAK

Pemanfaatan Insentif Minim, Apa Komentar Anda? Rebut Hadiah Rp1,5 Juta

Redaksi DDTCNews | Selasa, 30 Juni 2020 | 08:57 WIB
Pemanfaatan Insentif Minim, Apa Komentar Anda? Rebut Hadiah Rp1,5 Juta

JAKARTA, DDTCNews – Hari Pajak pada 14 Juli 2020 dipastikan hadir dalam suasana yang berbeda. Tahun ini, pajak sangat diharapkan menjadi salah satu instrumen untuk membantu ekonomi kembali pulih setelah terdampak pandemi Covid-19.

Biasanya, pajak lebih banyak dilihat dari fungsi penerimaan (budgeter) yang dipakai untuk mendanai belanja negara. Kali ini, fungsi mengatur (regulerend) dari pajak lebih menonjol untuk memberi stimulus pada ekonomi. Alhasil, pemerintah memperlebar batas defisit anggaran di atas 3% PDB.

Berbagai insentif pajak telah diberikan, baik melalui PMK 28/2020, PMK 44/2020, maupun yang terbaru PP 29/2020. Berdasarkan studi komparasi DDTC Fiscal Research, langkah yang diambil pemerintah dalam jangka pendek ini tepat dan selaras dengan 138 negara lain (update per 29 Mei 2020).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Jika dilihat dari tujuan penggunaan instrumen pajak di sejumlah negara tersebut, tiga porsi terbesarnya adalah untuk kemudahan administrasi (37,1%), peningkatan arus kas usaha (35,8%), dan penunjang sistem kesehatan (11,4%). Pajak penghasilan (PPh) paling banyak dipakai.

Dibandingkan dengan negara lain, langkah Indonesia juga cukup progresif. Hal ini dikarenakan selain memberikan berbagai insentif temporer, pemerintah juga merilis kebijakan jangka panjang, yaitu penurunan tarif PPh badan dan pemajakan ekonomi digital.

Namun, setelah berjalan sekitar 3 bulan, hasil evaluasi dari pemerintah menunjukkan pemanfaatan insentif belum optimal. Banyak wajib pajak yang sebenarnya berhak atas insentif tapi belum memanfaatkannya. Alhasil, serapan hingga 27 Juni 2020 baru 10,14% dari estimasi Rp120,61 triliun.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih belum optimalnya pemanfaatan insentif tersebut dikarenakan belum maksimalnya sosialisasi. Oleh karena itu, sosialisasi secara masif akan dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders terkait.

“Kami akan terus melakukan sosialisasi yang lebih luas agar dunia usaha memahami bahwa ada fasilitas yang diberikan pemerintah. [Fasilitas ini diberikan] agar mereka mendapat ruang atau bantuan dari sisi beban pajaknya untuk diringankan,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengaku akan melakukan pelacakan terhadap jumlah perusahaan atau wajib pajak yang sebetulnya berhak (eligible) atas sejumlah insentif pajak tersebut. Pasalnya, masih banyak yang sebenarnya berhak atas insentif tapi masih belum memanfaatkannya.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Khusus untuk UMKM, sosialisasi juga dilakukan melalui pengiriman pesan ke alamat surat elektronik (email) masing-masing wajib pajak. Sosialisasi juga akan dilakukan melalui media sosial dan program Business Development Service (BDS) yang dilakukan secara virtual oleh setiap KPP.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan dampak Covid-19 berlaku hampir kepada seluruh sektor usaha. Dia mengapresiasi berbagai insentif yang telah diberikan pemerintah. Namun, skema insentif diusulkan untuk diubah sesuai kondisi pelaku usaha.

“Kami apresiasi stimulus fiskal yang ada saat ini, tetapi memang kebijakan itu perlu diperluas misal insentif PPh Pasal 25 yang tidak hanya 30%. Kebijakan pemerintah tidak boleh setengah-setengah dan harus dilakukan secara cepat bagi yang terdampak lebih dahulu, seperti UMKM,” ujar Rosan.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita menilai insentif pajak yang telah diberikan saat ini perlu ditinjau ulang. Dalam situasi saat ini, sambungnya, semua pelaku usaha mempunyai masalah dari sisi cash flow. Oleh karena itu bantuan yang mengarah pada cash flow sangat penting.

Menurutnya, bantuan cash flow melalui diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 perlu dikaji ulang karena dampaknya ke pelaku usaha tidak terlalu besar. Tidak tanggung-tanggung, dia meminta agar diskon itu bisa diberikan hingga 100%.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan secara umum program stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 masih menghadapi tantangan pada level operasional dan administrasi. Ruang revisi kebijakan pun dibuka.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

“Jadi policy design akan kita lihat setiap minggu. Kita akan lihat juga untuk insentif lainnya seperti apa kondisinya. Jadi, bisa melakukan redesain jika memang perlu diubah,” kata Febrio.

Menurut Anda, apa penyebab masih belum optimalnya pemanfaatan insentif pajak selama masa pandemi Covid-19? Apakah faktor sosialisasi yang masih kurang masif? Atau ada aspek lain yang lebih dibutuhkan pelaku usaha atau wajib pajak sehingga dibutuhkan perubahan skema kebijakan insentif?

Keberhasilan pemberian insentif pajak setidaknya akan menunjukkan niat baik pemerintah untuk condong pada fungsi regulerend pada tahun ini betul-betul berjalan. Jangan sampai, baik fungsi budgeter maupun regulerend dari pajak pada 2020 tidak ada yang berjalan baik.

Tulis komentar Anda di bawah ini. Siapa tahu, Anda yang terpilih meraih hadiah uang tunai senilai Rp1,5 juta (pajak hadiah ditanggung penyelenggara). Penilaian diberikan atas komentar yang masuk sampai dengan Senin, 13 Juli 2020 pukul 13.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan tepat saat momentum Hari Pajak pada Selasa, 14 Juli 2020.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Gencarkan Sosialisasi atau Perbaiki Skema Kebijakan lalu tuliskan komentar Anda
Gencarkan Sosialisasi
Perbaiki Skema Kebijakan
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Gencarkan Sosialisasi
18
58.06%
Perbaiki Skema Kebijakan
13
41.94%

09 Juli 2020 | 12:19 WIB
#MariBicara, Menurut pendapat saya, penyebab masih belum optimalnya pemanfaatan insentif pajak selama masa pandemi Covid-19, adalah dikarenakan : 1. kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh DJP kepada para wajib pajak 2. aturan berupa PMK yang sulit untuk dipahami gaya bahasanya 3. tidak disertainya lamgkah-langkah secara singkat untuk mengaplikasikannya di DJP online 4. mepetnya waktu antara peraturan diterbitkan dengan saat berlakunya 5. teknis pelaksanaannya kurang transparan, sehingga wajib pajak menjadi tidak tahu bagaimana cara untuk memanfaatkannya 6. Contoh perhitungannya yang ada di aturan kurang lengkap 7. Insentif pajak tersebut lebih ditujukan kepada karyawan padahal seharusnya insentif tersebut juga harus bisa ditujukan kepada perusahaan 8. Waktu pelaksanaan yang dalam periode penyusunan SPT Tahunan, sehingga para wajib pajak menjadi kurang fokus. Terima Kasih

09 Juli 2020 | 10:05 WIB
Selama pandemi ini, berita mengenai Keuangan negara khususnya soal pajak hanya sekilas terlihat. Kalah menarik dengan video-video tiktok yang ikut berseliweran di TV, hitung-hitung hiburan mata. Jujur saja kalau saya bukan mahasiswa perpajakan saya tidak tahu ada kebijakan insentif ini, meskipun ayah saya bergelut di dunia UMKM. Namun bukankah Indonesia termasuk ke dalam 4 besar negara dengan pengguna sosial media terbanyak di dunia? Kalau hal itu dapat digarap dengan serius, setiap sosial media dibuat kampanye yang ringan tapi bisa menyita perhatian publik besar. Twitter dengan thread panjang fenomenalnya, instagram dengan fasilitas pengiklan di story atau juga bisa muncul di beranda pengguna lain, bahkan menggandeng youtuber yang suka makan di warung kaki lima dengan subscriber lebih dari 1 juta itu tidak membuat DJP rugi. Facebook? Whatsapp? Silahkan dipilih, silahkan dipikir, ada hak rakyat di dalam Rp 120 Triliun itu. Kapan lagi dapat "hiburan" dari Pemerintah? #MariBicara

09 Juli 2020 | 09:01 WIB
Inentif yang diberikan pemerintah sebenarnya cukup baik seperti PPh Final UMKM yg ditanggung Pemerintah, PPh 21 DTP, Pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Namun, untuk bisa memanfaatkan insentif ini, hal administratif sering menjadi kendala di lapangan. Misalnya untuk insentif PPh 21 DTP, saat pengajuan banyak terjadi kendala untuk perusahaan2 yg KLU nya tidak sesuai antara yg terdaftar dengan sistem DJP dengan yang dilapor di SPT Badan. Selain itu, pelaporan realisasi sistemnya belum maksimal sehingga terdapat beberapa Wajib Pajak yg sudah membuat laporan namun ada pemberitahuan untuk lapor ulang. Kemudian untuk fasilitas UMKM, saat pengajuan, banyak kendala yg dialami oleh WP UMKM karena ditolak di sistem dan diminta menghubungi AR. Hal semacam ini membuat WP merasa administraai pajak itu sulit dan ribet. Selain masalah administrasi, insentif yg diberikan oleh DJP terkesan setengah2 spt pph 21 dgn treshold ph hanya max 200 jt, dan pengurangan pph 23 maks 30%.

09 Juli 2020 | 07:57 WIB
Melihat berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk responsnya akan pandemi ini haruslah diapresiasi. Pemerintah mencoba untuk tetap mmebuat roda perekonomia terus berjalan. Berbagai instumen telah digunakan sebagai bentuk dorongan kepada masyarakat, salah satunya instrumen pajak. Menurut saya atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan sudah tepat. Adapun kurangnya penyerapan anggaran bukan semata-semata karena kebijakannya yang salah. Namun benar seperti yang dikatakan Ibu Sri Mulyani yaitu kurangnya sosialisasi. Maka saat ini sosialisasi mejadi hal yang harus difokuskan untuk memperluas jaring informasi "bantuan pajak" ini kepada masyarakat. Seberapapun banyaknya skema kebijakan diubah untuk terus disempurnakan, tanpa adanya sosialisasi maka kebijakan tersebut akan hanya menjadi tulisan tanpa adanya manfaat. Semangat terus untuk pemerintah, semoga kita dapat segera mengalahkan pandemi ini bersama-sama.

09 Juli 2020 | 00:03 WIB
Terimakasih kepada pemerintah yang sudah bergerak memberikan insentif pajak kepada masyarakat yang terkena dampak Covd 19. Menurut saya rencana sosialisasi yang akan diberikan di media sosial dan email baik. Akan tetapi, agar semua wajib pajak mengunakan insentif yang diberikan pemerintah juga harus memikirkan bagaimana kemudahan bagi wajib pajak untuk menggunakan insentif tersebut dan tarif yang diberikan kepada wajib pajak apakah benar-benar dapat berpengaruh signifikan terhadap keadaan wajib pajak disaat pandemi ? #MariBicara

08 Juli 2020 | 20:36 WIB
Menurut saya mengapa insentif pajak kurang diminati dikarenakan adanya permasalahan di dalam peraturan insentif itu sendiri. Insentif pada dasarnya merupakan hal yang sangat positif untuk wajib pajak, jika insentif tersebut kurang digemari oleh WP maka ada yang salah di dalam skema kebijakan yang tentunya harus diperbaiki. Pada intinya WP menginkan insentif yang sesuai dengan usaha untuk mendapatkan insentif tersebut (efisien). Melihat jawaban lain yaitu kurangnya sosialisasi saya kurang setuju dengan hal ini. Hal tersebut dikarenakan insentif seperti yang sudah saya jelaskan merupakan hal yang positif untuk WP, dan menurut penelitian yang sudah saya lakukan terdahulu WP biasanya sudah mengetahui akan insentif insentif pajak baik yang sudah keluar maupun yang akan dikeluarkan. Sosialisasi melalui media sosial saya rasa cukup agar WP mengetehui akan adanya insentif tersebut. #maribicara

08 Juli 2020 | 13:33 WIB
#MariBicara - expert. Mereka hanya berusaha patuh. Perbaiki skema kebijakan untuk Indonesia yang lebih baik.

08 Juli 2020 | 13:11 WIB
#MariBicara - Menurut pendapat saya, banyak hal yang menjadi penyebabnya selain sosialisasi yang kurang masif terhadap para pelaku usaha. Dalam hal Sosialisasi; perlu adanya pembaharuan. Lakukanlah sosialiasi yang tidak semata-mata dari pusat melalui iklan, surel kepada wajib pajak, tetapi sosialisasi dikalangan internal fiskus itu sendiri sangatlah penting. Kembalikan animo kepercayaan masyarakat terhadap pajak yang sempat pudar. Wajib Pajak punya pandangan "insentif sebagai jebakan batman". Kami yang sudah patuh tidak ingin selalu menjadi cecaran. Kemudian, hendaknya fasilitas yang diberikan juga memberikan kemudahan sehingga tidak terkesan setengah hati. Contoh, WP UMKM yang selama ini telah memanfaatkan PP 23, membayar pajak dengan teratur, taat, bagaimana mungkin ia dianggap tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak memperoleh SUKET dan tidak dapat memanfaatkan PMK.44/PMK.03/2020 ini. Salah siapa? sistem kah? Terus harus bagaimana? Awam mungkin tidak seperti mereka yang exp

08 Juli 2020 | 10:18 WIB
Pemerintah sudah banyak berusaha untuk meringankan beban pajak para wajib pajak melalui peraturan-peraturan yang telah disahkan. Sayangnya dari sekian banyak insentif yang diberikan penyerapannya masih belum maksimal. Penyerapan tersebut bisa maksimal bila sosialisasi menegenai insentif yang diberikan lebih digencarkan lagi. Sepengetahuan saya, sosialisasi hanya diakukan melalui pemberitahuan melalui surel dan infografis-infografis di media sosial. Hal ini tentu saja kurang, mengingat bahwa ada kemungkinan wajib pajak tidak sepenuhnya paham tentang apa yang disampaikan melalui tulisan, maka perlu dilakukan sosialisasi secara tatap muka agar wajib pajak lebih paham dan semua peraturan yang telah dibuat tercapai sasarannya. Jika memang pertemuan tatap muka secara langsung tidak memungkinkan, pemerintah bisa mengadakan virtual meeting atau webminar yang pesertanya diwajibkan bagi para wajib pajak yang berhak mendapat insentif dengan memanfaatkan platform yang sudah ada. #MariBicara

07 Juli 2020 | 19:09 WIB
Menurut saya, lebih baik jika pemerintah mulai bergerak untuk memerbaiki skema kebijakan karena pada akhirnya sosialisasi yang terus digencarkan akan percuma apabila kebijakan yang sudah ada memang tidak memadai. Dengan perbaiki skema kebijakan pun juga jadi dapat dilihat opsi lainnya yang memungkinkan dan dirasa paling tepat setelah mengevaluasi kebijakan yang sudah ada. Kembali lagi bahwa pada akhirnya ini dilakukan demi mengatur hal-hal agar setidaknya "kembali ke tempat semula", bukan mengalami kemunduran. Jadi, walaupun fokus saat ini adalah regulerend, perlahan fungsi budgetair pun akan dapat dipenuhi seiring dengan penerapan skema kebijakan yang tepat. #MariBicara
ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra