INSENTIF PAJAK

Asyik, Insentif Tambahan Kawasan Berikat dan KITE Berlanjut ke 2021

Dian Kurniati | Sabtu, 19 Desember 2020 | 09:01 WIB
Asyik, Insentif Tambahan Kawasan Berikat dan KITE Berlanjut ke 2021

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memastikan pemberian berbagai insentif fiskal tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat (KB) dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) akan berlanjut hingga tahun depan.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan berbagai insentif tambahan untuk perusahaan KB dan KITE tersebut telah tertuang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 31/PMK.04/2020.

Menurutnya, insentif tambahan itu akan membantu para pengusaha KB dan KITE tetap berproduksi walaupun rantai distribusi belum sepenuhnya pulih akibat Covid-19.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

"Insentif dalam PMK Nomor 31 Tahun 2020 akan tetap diberlakukan dan masih belum ada rencana pencabutan karena pandemi Covid-19 ini masih belum usai," katanya kepada DDTCNews, Senin (7/12/2020).

Heru mengatakan selama ini pengusaha KB dan KITE telah menerima berbagai fasilitas kepabeanan. Namun, pemerintah menilai fasilitas itu masih kurang karena pandemi Covid-19 turut menghantam rantai distribusi sehingga pengusaha KB dan KITE kesulitan memperoleh bahan baku.

Melalui PMK 31/2020, pemerintah memberikan sejumlah insentif tambahan, antara lain perluasan dalam proses bisnis untuk perusahaan KB dan KITE.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Pengusaha dapat memanfaatkan insentif tersebut, terutama yang berhubungan dalam penanganan pandemi Covid-19, seperti memproduksi masker dan alat pelindung diri (APD).

Pada perusahaan berikat, kuota penjualan hasil produksi ke dalam negeri yang selama ini dibatasi sebesar 50% dari nilai ekspor, kini dihapuskan. Pembayaran bea masuk dan pajak untuk masker, APD, dan lainnya kini juga bisa ditangguhkan.

Tak hanya itu, pemeriksaan fisik terhadap pemasukan/pengeluaran barang kini dilakukan selektif dengan memanfaatkan teknologi informasi. Bila daerah ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kawasan bisa diberikan persetujuan pelayanan mandiri.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Sementara pada perusahaan penerima fasilitas KITE, pemasukan barang dari dalam negeri yang diolah untuk tujuan ekspor kini dibebaskan dari pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Perusahaan KITE juga saat ini dapat melakukan penyerahan hasil produksi untuk diolah dan/atau digabungkan dengan hasil produksi KB maupun KITE Industri Kecil Menengah (IKM), yang sebelumnya dilarang.

Selain itu, perusahaan KITE Pembebasan dan KITE IKM juga kini boleh menjual produk ke dalam negeri paling banyak 50% dari nilai ekspor tahun sebelumnya.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Secara bersamaan, Heru menyebut DJBC melakukan berbagai upaya ekstra untuk mendorong aktivitas ekspor, seperti pemetaan potensi ekspor, berkoordinasi lintas instansi, pembinaan/asistensi pelaku usaha yang membuahkan kegiatan ekspor perdana, serta membuka direct call export.

"Ini merupakan pertanda baik bahwa upaya kolaboratif ini dapat berdampak positif, dan kebaikan ini sudah sepantasnya dilanjutkan," pungkasnya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

19 Desember 2020 | 18:57 WIB

mendorong industri di kawasan berikita dan KITE diharapkan dapat memberikan impact kembali kepada pemerintah itu sendiri, semisal sebagai tambahan devisa negara di tengah pandemi. selain itu juga memberikan bantuan kepada industri agar lebih produktif lagi

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah