KEBIJAKAN PAJAK

Asosiasi Minta Fokus DJP Menyasar Pengusaha yang Belum Terdaftar

Muhamad Wildan | Rabu, 10 Maret 2021 | 17:30 WIB
Asosiasi Minta Fokus DJP Menyasar Pengusaha yang Belum Terdaftar

Ilustrasi. Juru masak membuat kue cokelat untuk kado hari kasih sayang atau Valentine day di Galeri Dapur Cokelat, Malang, Jawa Timur, Sabtu (13/2/2021). Pengusaha makanan olahan cokelat setempat mengaku momentum hari kasih sayang membuat penjualannya meningkat dari 100 potong menjadi 120 potong per hari atau meningkat 20 persen, meski sebelumnya sempat mengalami penurunan akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) meminta kepada Ditjen Pajak (DJP) untuk mengoptimalkan penggalian potensi pajak dari industri makanan dan minuman yang belum terdaftar pada sistem administrasi otoritas pajak.

Ketua GAPMMI Adhi Lukman mengatakan otoritas pajak perlu memberikan perlakuan yang sama atau equal treatment terhadap seluruh wajib pajak. Dengan demikian, usaha yang belum mematuhi kewajiban perpajakan yang perlu menjadi fokus DJP.

"Kita harus berkontribusi melalui equal treatment ini, sehingga tumbuh bersama-sama. Tidak bisa yang sudah terdaftar menjadi sasaran, yang belum terdaftar menjadi tidak terjangkau sama sekali," katanya, Rabu (10/3/2021).

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Untuk diketahui, DJP berencana menggali potensi pajak dari sektor usaha pada tahun ini. Setidaknya, terdapat tiga sektor yang bakal disasar otoritas pajak antara lain industri makanan dan minuman, alat kesehatan, dan farmasi.

Menurut otoritas pajak, terdapat potensi pajak dan tax gap yang cukup signifikan dari ketiga sektor ini. Selain itu, penggalian potensi juga dilakukan lantaran kemampuan bayar (ability to pay) dari sektor tersebut dianggap cukup tinggi.

Adhi mengakui kinerja industri makanan dan minuman pada 2020 dari sisi pertumbuhan ekonomi relatif positif. Meski demikian, hal tersebut tidak memiliki hubungan langsung dengan profitabilitas sepanjang tahun lalu.

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Omzet industri makanan dan minuman sepanjang tahun 2020 bisa jadi mengalami kenaikan pada sebagian perusahaan tertentu. Namun perlu dicatat, biaya yang ditanggung perusahaan juga naik akibat pandemi. Hal ini pun berdampak pada profitabilitas.

"Profitabilitas ini menjadi tantangan karena biaya naik, perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk investasi baru guna menjaga protokol, misalnya menambah peralatan untuk otomatisasi demi mempertahankan produktivitas," tutur Adhi.

Akibat pandemi, biaya logistik mengalami kenaikan. Biaya kesehatan yang diperlukan agar kesehatan karyawan terjaga juga naik. Pada saat bersamaan, banyak perusahaan yang tidak menaikkan harga jual mengingat daya beli masyarakat yang cenderung turun pada tahun lalu.

"Perusahaan banyak yang memilih tidak naik harga dan bahkan ada yang menjual dengan harga diskon untuk mendukung ketersediaan dan daya beli. Banyak perusahaan yang mengorbankan margin demi kelangsungan ekonomi," ujar Adhi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

11 Maret 2021 | 23:53 WIB

Setuju karena berdasarkan data jumlah UMKM per 2018 mencapai 64,2 juta sedangkan yang terdaftar baru 1,8 juta. hal ini dapat diimplikasikan terdapat gap yang sangat besar sehingga masih memiliki potensi yang besar bagi penerimaan negaraa

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU