KEBIJAKAN PAJAK

Ada Insentif Pajak, Kemenkeu Harap 50% Orang Terkaya Segera Berbelanja

Dian Kurniati | Kamis, 08 April 2021 | 10:15 WIB
Ada Insentif Pajak, Kemenkeu Harap 50% Orang Terkaya Segera Berbelanja

Ilustrasi. Pedagang merapikan perlengkapan alat shalat di sebuah toko di pusat perbelanjaan, Pekanbaru, Riau, Selasa (6/4/2021). Pedagang busana muslim tersebut mengaku sepekan menjelang Ramadan penjualan perlengkapan muslim seperti baju koko, peci, sarung, mukena dan sajadah mulai mengalami peningkatan hingga 40 persen dibandingkan dengan Ramadan tahun sebelumnya. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berharap perluasan pemberian insentif pajak dari semula fokus pada pemulihan dunia usaha kini merambah peningkatan konsumsi masyarakat, terutama bagi warga berpenghasilan tinggi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu berharap insentif pajak seperti PPnBM kendaraan bermotor ditanggung pemerintah (DTP) dan PPN rumah DTP dapat mendorong 50% orang terkaya di Indonesia untuk membelanjakan uangnya.

"Karena kita tahu 50% terkaya kita di 2020 kemarin itu menabungnya sangat banyak. Jadi kami berharap mereka punya insentif untuk membelanjakan dan memutar roda perekonomian," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (8/4/2021).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Febrio menuturkan orang-orang kaya memiliki kecenderungan menyimpan uangnya di perbankan sepanjang 2020, padahal perputaran uang dari orang kaya bisa menciptakan multiplier effect yang besar pada pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.

Pernyataan Febrio juga didukung catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentang simpanan masyarakat pada 109 bank yang hingga Desember 2020 mengalami kenaikan sebesar 10,86% secara tahunan menjadi Rp6.737 triliun.

Untuk itu, pemerintah mengakselerasi pemberian insentif pajak untuk menggeliatkan perekonomian. Misal pada insentif PPnBM mobil DTP yang efeknya tidak hanya dirasakan industri otomotif saja, tetapi juga puluhan sektor usaha pendukungnya.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Hal serupa juga akan terjadi pada insentif PPN rumah DTP. Menurut Febrio, insentif tersebut tidak hanya berdampak terhadap pengembang perumahan, tetapi juga industri baja, semen, kimia, kayu, hingga furnitur.

"[Kedua insentif pajak ini] untuk menciptakan multiplier effect dan menciptakan lapangan kerja pada perekonomian kita," ujarnya.

Saat ini, pemerintah juga melanjutkan berbagai insentif pajak untuk mendukung pemulihan sektor usaha seperti PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, penurunan tarif PPh badan, serta restitusi PPN dipercepat.

Pemerintah telah menyiapkan dana senilai Rp699,43 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional. Dari angka tersebut, ada pagu Rp58,46 triliun untuk memberikan berbagai insentif pajak bagi dunia usaha. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 April 2021 | 15:32 WIB

Insentif pajak yang diberikan terhadap PPnBM DTP kendaraan bermotor dan PPN DTP rumah bertujuan untuk memulihan perekonomian nasional pasca terdampak pandemi khususnya pada industri otomotif dan industri properti. Tetapi, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak dari meningkatnya konsumsi atau pembelian tersebut. Contohnya adalah perlu adanya perhatian terdahap dampak meningkatnya konsumsi atau pembelian kendaraan bermotor seperti eksternalitas negatif yang ditimbulkan.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak