Dekan FEB UI Ari Kuncoro, Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama, Managing Partner DDTC Darussalam, serta seluruh narasumber dan dosen berfoto bersama dalam acara Tax Intercollegiate Forum 2019.
JAKARTA, DDTCNews – Presiden Jokowi setidaknya perlu menjalankan dua kebijakan besar yang berkaitan dengan pajak untuk mewujudkan lima gagasan utama yang ingin dicapai pada 2019—2024. Dua kebijakan ini harus masuk dalam agenda besar reformasi pajak.
Dalam Pidato Presiden Jokowi bertajuk Visi Indonesia pada 14 Juli 2019, terdapat lima gagasan utama yang ingin dicapai, yaitu melanjutkan pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas SDM, mendorong investasi, mereformasi birokrasi, dan membuat APBN lebih tepat guna.
Managing Partner DDTC Darussalam melihat dalam upaya untuk memenuhi lima gagasan utama itu, setidaknya ada dua arah kebijakan pajak yang perlu dilakukan dalam periode kedua kepemimpinan Jokowi, yaitu meningkatkan daya saing dan memobilisasi penerimaan.
“Untuk mencapai lima gagasan tadi maka sistem pajak harus mencakup dua hal utama tersebut [peningkatan daya saing dan mobilisasi penerimaan],” katanya dalam Tax Intercollegiate Forum 2019 di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Rabu (2/10/2019).
Terkait dengan peningkatan daya saing kebijakan yang diambil berupa pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan sesuai janji Presiden Jokowi. Hal ini memang tidak bisa dihindari mengingat adanya tren penurunan tarif PPh badan secara global sebesar 7,6% dalam dua dekade terakhir.
Tren yang terjadi secara global pada gilirannya memunculkan persaingan antarnegara untuk menarik investasi dengan instrumen pajak menjadi tidak terhindarkan. Selain memangkas tarif PPh badan, deretan insentif juga diberikan sebagai daya tarik tambahan bagi para investor.
Pada saat yang bersamaan, mobilisasi penerimaan juga dibutuhkan karena pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) membutuhkan dana atau anggaran yang tidak sedikit.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu untuk melakukan mobilisasi penerimaan dengan basis data yang sudah cukup melimpah. Salah satu sumber data tersebut adalah implementasi keterbukaan informasi keuangan domestik dan automatic exchange of information (AEoI).
“Agenda reformasi pajak seyogyanya bisa menjembatani antara upaya untuk mendorong daya saing dan memobilisasi penerimaan,” paparnya.
Reformasi pajak, lanjut Darussalam, tidak hanya sebagai jembatan dua kebijakan tersebut. Reformasi pajak harus memberikan kepastian hukum agar deretan insentif yang diberikan mampu secara efektif meningkatkan roda perekonomian nasional.
“Semua perombakan yang dilakukan dengan penurunan tarif dan insentif akan menjadi sia-sia ketika tidak ada kepastian hukum. Oleh karena itu, kebijakan memangkas tarif harus berbarengan dengan reformasi pajak untuk menjamin kepastian kepada wajib pajak,” imbuhnya.
Dalam acara tersebut, hadir pula Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol, Ketua Komite Tetap bidang Perpajakan Kadin Indonesia Sri Wahyuni Sujono, dan Akademisi FEB UI Vid Adrison. Mereka berada dalam satu diskusi panel dengan tema besar Synergy for Indonesia's Future Taxation System. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.