KEBIJAKAN PAJAK

Tahukah Anda, Karpet Pernah Kena Pajak Barang Mewah?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 17 Juni 2024 | 20:30 WIB
Tahukah Anda, Karpet Pernah Kena Pajak Barang Mewah?

Ilustrasi. Pedagang melayani pembeli permadani atau karpet di Kota Meulaboh, Aceh Barat, Aceh. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/pras.

JAKARTA, DDTCNews - Karpet atau permadani sempat menjadi barang yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Berdasarkan pada penelusuran sejumlah peraturan, permadani dikenakan PPnBM setidaknya sejak 1991.

Pada tahun tersebut, pengenaan PPnBM atas permadani yang dibuat dari bahan tertentu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 1183/KMK.04/1991. Adapun permadani termasuk ke dalam barang mewah pada Lampiran III.

“Atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean oleh pabrikan atau impor barang kena pajak yang tercantum dalam Lampiran III ... dikenakan pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif 35%,” demikian bunyi Pasal 3 KMK 1183/KMK.04/1991, dikutip pada Senin (17/6/2024).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Kelompok permadani yang dibuat dari bahan tertentu adalah permadani dan tekstil penutup lantai lainnya, diikat, sudah jadi atau belum, dengan HS Code yang ditetapkan. Adapun ketentuan yang menjadi dasar hukum pengenaan PPnBM atas permadani beberapa kali mengalami perubahan.

Revisi tersebut di antaranya adalah adanya permadani yang dikenakan PPnBM dengan tarif 20% (terlampir pada lampiran II). Kemudian, ada permadani yang dikenakan PPnBM dengan tarif 35% (lampiran III).

Berdasarkan pada lampiran KMK 1286/KMK.04/1991, tarif 35% dikenakan atas permadani dan tekstil penutup lantai yang terbuat dari wol atau bulu hewan halus lainnya. Selain itu, tarif 35% juga dikenakan atas permadani dan tekstil penutup lantai lainnya yang terbuat dari sutera.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Sementara itu, tarif 20% dikenakan atas semua jenis permadani selain yang termasuk dalam lampiran III. Ketentuan PPnBM atas permadani kembali mengalami perubahan signifikan melalui KMK 570/KMK.04/2000.

Berdasarkan pada lampiran KMK tersebut, jenis dan tarif PPnBM yang dikenakan atas permadani makin bervariasi. Ada permadani yang dikenai PPnBM dengan tarif 20%, 40%, serta 50%, tergantung pada jenis permadaninya.

Dalam perkembangannya, ketentuan jenis permadani dan tarif PPnBM yang dikenakan pun terus mengalami penyesuaian. Hingga pada akhirnya, permadani tidak lagi dikenakan PPnBM sejak pertengahan 2015.

Baca Juga:
Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Hal ini terlihat dari Lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 106/2015 yang tidak lagi mencantumkan permadani sebagai barang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM. PMK 106/2015 pun telah beberapa kali mengalami revisi.

Terakhir, ketentuan PPnBM atas barang mewah selain kendaraan bermotor di antaranya tercantum dalam PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023. Merujuk beleid tersebut, saat ini terdapat sejumlah kelompok barang yang menjadi objek PPnBM.

Barang yang menjadi objek PPnBM tersebut, yaitu kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual senilai Rp30 miliar atau lebih.

Baca Juga:
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Lalu, kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa penggerak, kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya (kecuali untuk keperluan negara), serta helikopter dan pesawat udara lainnya (selain untuk keperluan negara dan angkutan udara niaga).

Lalu, kelompok senjata api lain (kecuali untuk keperluan negara) seperti senjata artileri, revolver dan pistol, kelompok kapal pesiar mewah (kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum), serta yacht (kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata).

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Senin, 23 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya