UNIVERSITAS MARANATHA

Soal Implementasi PPh Final UMKM DTP, Ini Masukan Akademisi

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 03 September 2020 | 10:29 WIB
Soal Implementasi PPh Final UMKM DTP, Ini Masukan Akademisi

Pendiri Tax Center Universitas Kristen Indonesia sekaligus Dosen UK Maranatha Timbul Hamonangan Simanjuntak saat memberikan paparan dalam webinar, Rabu (26/8/2020).

BANDUNG, DDTCNews—Para akademisi menilai ketentuan insentif PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) masih terbilang rumit sehingga berdampak terhadap rendahnya jumlah penerima manfaat insentif tersebut.

Pandangan akademisi tersebut disampaikan dalam acara webinar berjudul ‘Relaksasi Pajak UMKM dan Koperasi di Tengah Pandemi Covid-19’. Program yang digelar 26 Agustus 2020 ini diselenggarakan oleh Universitas Kristen (UK) Maranatha.

Acara ini dibagi dalam tiga sesi materi. Materi pertama disampaikan Direktur TAXAcc Consulting Bandung Nur Hidayat. Dia memaparkan dasar hukum pemberian insentif pajak UMKM sekaligus manfaat yang diperoleh bagi wajib pajak UMKM.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

“Manfaat yang paling spesifik bagi UMKM adalah sama sekali tidak perlu membayar PPh. Wajib pajak hanya perlu melaporkan realisasi setiap bulannya tanpa perlu mengajukan surat keterangan,” kata pria yang juga Dosen Magister Akuntansi UK Maranatha.

Materi kedua disampaikan oleh Pendiri Tax Center Universitas Kristen Indonesia sekaligus Dosen UK Maranatha Timbul Hamonangan Simanjuntak. Dia menjelaskan peranan relaksasi pajak UMKM dari perspektif asas, kepatuhan pajak, dan fiskal.

Timbul menyebut keikutsertaan UMKM yang memanfaatkan fasilitas relaksasi masih sangat rendah, yaitu 201.880 UMKM per 10 Juli 2020 lantaran UMKM menilai kewajiban membuat laporan realisasi insentif rumit dan menghambat.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

“Selain itu, layanan internet di berbagai daerah menjadi hambatan utama, baik karena tidak paham, beban pulsa, maupun hambatan sinyal. Bahkan ada daerah yang pelaku UMKM lebih memilih tetap membayar PPh final,” jelas Timbul.

Timbul merekomendasikan sosialisasi dan edukasi pajak dilakukan dengan bahasa, materi, dan cara yang sederhana. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi budaya daerah sehingga dapat berjalan secara maksimal.

Selain itu, perlu juga adanya revisi atas PMK 86/2020 guna meniadakan kewajiban pelaporan bulanan. Menurutnya, pemerintah perlu menekanan jika fasilitas ini bersifat pilihan, sehingga wajib pajak yang tetap mau membayar dapat terakomodir.

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

“Tidak lupa perlunya upaya modernisasi UMKM dan usaha rumah tangga agar bisa bersaing secara global, mengingat UMKM tidak saja menjadi penggerak roda ekonomi nasional, tetapi berperan menciptakan peluang kerja,” imbuhnya.

Materi ketiga dibawakan Dosen Universitas Indonesia Andreas Adoe. Menurutnya, banyak wajib pajak yang kurang memahami ketentuan pajak bahkan menganggapnya rumit. Mereka takut melakukan kesalahan yang berujung terkena sanksi.

“Begitu juga dengan pembukuan laporan keuangan. Sekalipun wajib pajak mendapat PPh final 0,5%, jika tidak memiliki laporan tersebut akan dianggap belum melaporkan pajak. Ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha dalam melaporkan pajaknya,” jelasnya.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Sementara itu, Wakil Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jawa Barat Ivan Yudianto menuturkan pemerintah perlu membantu UMKM di pandemi ini mengingat UMKM adalah penggerak utama bagi perekonomian nasional.

“Dari 64,2 juta unit usaha di Indonesia, sekitar 91,9% adalah UMKM dan 90% tenaga kerja terserap di sektor ini. Jadi, saya pikir pemerintah harus membantu UMKM bangkit pada masa pandemi ini,” tuturnya seperti dilansir Marantha News.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra