RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Reklasifikasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Menjadi PPh Pasal 23

Hamida Amri Safarina | Senin, 28 September 2020 | 16:33 WIB
Sengketa Reklasifikasi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Menjadi PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai reklasifikasi objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi objek PPh Pasal 23.

Reklasifikasi dilakukan terhadap penghasilan sewa tanah dan bangunan yang diterima wajib pajak. Sebagai informasi, wajib pajak merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan terikat dengan kontrak karya, selanjutnya disebut PT X.

Otoritas pajak menilai penghasilan atas sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 23. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan reklasifikasi objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi PPh Pasal 23 atas penghasilan sewa tanah dan bangunan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar. Menurutnya, penghasilan atas sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan bukan objek PPh Pasal 23.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan penghasilan sehubungan sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Pemotongan pajak yang dilakukan wajib pajak sudah benar. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi negatif otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 48651/PP/M.I/25/2013 tanggal 27 November 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Maret 2014.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi negatif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp6.277.284 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Termohon PK merupakan subsidiary dari PT X. Untuk menjalankan usaha pertambangan di Indonesia, PT X membuat perjanjian kontrak karya dengan pemerintah Indonesia. Termohon PK juga terikat dengan kontrak karya tersebut berdasarkan surat Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia nomor 1826/05/M.SJ/1996 tanggal 29 April 1996.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 kontrak karya, perusahaan harus memenuhi kewajiban pajak dan keuangan lainnya, seperti kewajiban memotong PPh atas bunga, dividem, sewa, jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Selanjutnya, Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang No. 7 tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa wajib pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan berdasarkan kontrak karya maka kewajiban perpajakannya mengikuti ketentuan dalam kontrak karya.

Dengan demikian, perlakuan perpajakan Termohon PK disamakan dengan PT X yaitu tunduk pada kontrak karya yang dibuat pemerintah Indonesia dengan PT X. Dalam perkara ini, Pemohon PK menilai penghasilan atas sewa tanah dan bangunan yang diterima Termohon PK merupakan objek PPh Pasal 23. Objek PPh Pasal 23 tidak hanya terbatas pada jasa teknik dan jasa manajemen saja seperti yang diungkapkan Termohon PK.

Pemohon PK berdalil Termohon PK tidak menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar. Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan reklasifikasi objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Reklasifikasi objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi PPh Pasal 23 sejalan dengan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put-37925/PP/M.I/25/2012 tanggal 2 Mei 2012. Pada intinya, putusan tersebut menyatakan pembayaran atas jasa renovasi desain interior kantor dan sewa gedung termasuk service charge merupakan objek PPh Pasal 23.

Di sisi lain, Termohon PK tidak setuju atas reklasifikasi objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi objek PPh Pasal 23 yang dilakukan Termohon PK. Pemohon PK menilai pihaknya telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar. Penghasilan atas sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan bukan objek PPh Pasal 23.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Jasa Event Organizer Kena PPh Pasal 23, Begini Ketentuannya

Pertama, koreksi negatif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp6.277.284 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang terungkap dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, dalam perkara a quo, penghasilan sehubungan dengan sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Pemotongan pajak yang dilakukan Termohon PK sudah benar. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan. Putusan Mahkamah Agung ini sekaligus menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja