RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Pembayaran Bunga Pinjaman

Vallencia | Rabu, 27 April 2022 | 14:20 WIB
Sengketa PPh Pasal 26 atas Pembayaran Bunga Pinjaman

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi tarif dan kredit pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas transaksi pembayaran bunga pinjaman jangka panjang.

Perlu dipahami, wajib pajak melakukan pinjaman jangka panjang kepada X Co yang berdomisili di Korea Selatan. Dalam transaksi tersebut, X Co menunjuk Y Co yang juga berkedudukan di Korea Selatan sebagai pihak yang menerima pembayaran pinjaman beserta bunganya dari wajib pajak.

Otoritas pajak berpendapat transaksi pembayaran bunga pinjaman seharusnya dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20%. Selain itu, otoritas pajak tidak dapat mengakui bukti potong PPh Pasal 26 atas nama Y Co. Adapun nama yang seharusnya tertulis dalam bukti potong PPh Pasal 26 adalah X Co.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sebaliknya, wajib pajak tidak sepakat dengan koreksi tarif PPh Pasal 26 yang ditetapkan oleh otoritas pajak. Menurutnya, pembayaran bunga pinjaman kepada X Co yang berada di Korea Selatan dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 10% sesuai dengan P3B Indonesia dengan Korea Selatan. Wajib pajak mencantumkan nama Y Co dalam bukti potong karena Y Co ditunjuk oleh X Co untuk menerima pembayaran pinjaman beserta dengan bunganya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak sependapat dengan wajib pajak bahwa transaksi pembayaran bunga pinjaman kepada X Co dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif 10% sesuai P3B Indonesia dengan Korea Selatan.

Selama proses persidangan, wajib pajak telah mengemukakan argumentasi yang disertai dengan 3 bukti pendukung. Bukti pendukung yang dimaksud antara lain surat pendaftaran pengusaha X Co, surat setoran pajak (SSP), dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Pasal 26.

Sebagai informasi, bukti pendukung berupa surat pendaftaran pengusaha memiliki nomor register 211-87-00881 dan diterbitkan oleh Pengawas Kantor Pajak Suyong. Wajib pajak menggunakan surat pendaftaran pengusaha sebagai pengganti SKD.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi tarif PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co tidak dapat dipertahankan. Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga tidak mempertahankan koreksi kredit PPh Pasal 26 yang ditetapkan oleh otoritas pajak.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 46034/PP/M.I/13/2013 tanggal 1 Juli 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 Oktober 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini terdapat 2 koreksi yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pertama, koreksi tarif PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga senilai Rp12.590.748.640. Kedua, koreksi kredit pajak senilai Rp339.863.471.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami bahwa Termohon PK melakukan pinjaman jangka panjang kepada X Co. Kemudian, X Co menunjuk Y Co untuk menerima pembayaran pinjaman beserta dengan bunganya dari Termohon PK.

Dalam perkara ini, terdapat 2 koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Pertama, koreksi tarif PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga senilai Rp12.590.748.640. Sehubungan dengan koreksi tarif PPh Pasal 26, Termohon PK tidak dapat memanfaatkan fasilitas P3B karena tidak melampirkan surat keterangan domisili (SKD) atas nama X Co sebagai syarat dalam memanfaatkan fasilitas P3B.

Dalam konteks ini, Pemohon PK sebenarnya telah melampirkan surat pendaftaran pengusaha sebagai pengganti SKD. Namun demikian, menurut Pemohon PK surat pendaftaran tersebut tidak dapat menggantikan SKD. Adapun terdapat 3 hal yang menyebabkan surat pendaftaran pengusaha tersebut tidak memenuhi syarat untuk menjadi pengganti SKD.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Ketiga hal tersebut ialah surat pendaftaran pengusaha dilampirkan dalam bentuk fotokopi, tidak diterjemahkan oleh penerjemah resmi, dan tidak diterbitkan oleh pihak yang berwenang. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat tarif yang seharusnya dikenakan atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co ialah sebesar 20%.

Kedua, Pemohon PK juga tidak setuju dengan adanya pengkreditan pajak yang dilakukan oleh Termohon PK. Dalam konteks ini, Termohon PK melakukan pengkreditan PPh Pasal 26 atas transaksi pembayaran bunga pinjaman kepada X Co. Namun, dalam bukti potong PPh Pasal 26 diketahui Termohon PK mencantumkan nama pihak lain yaitu, Y Co.

Menurut Pemohon PK, nama yang seharusnya tertulis dalam bukti potong PPh Pasal 26 adalah X Co. Sebab, pihak X Co yang memberikan pinjaman kepada Termohon PK. Oleh sebab itu, atas bukti potong PPh Pasal 26 dengan nama Y Co tidak dapat digunakan untuk mengkreditkan pajak.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat bahwa pembayaran bunga kepada X Co seharusnya dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 10% berdasarkan ketentuan P3B Indonesia dengan Korea Selatan.

Dalam memanfaatkan fasilitas ini, Termohon PK berdalil telah memberikan surat pendaftaran pengusaha yang diterbitkan oleh Pengawas Kantor Pajak Suyong yang berada di Korea Selatan sebagai pengganti SKD. Terkait dengan kredit pajak, Termohon PK mencantumkan nama Y Co dalam bukti potong ialah karena Y Co ditunjuk oleh X Co untuk menerima pembayaran pinjaman beserta dengan bunganya.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Pertama, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi tarif PPh Pasal 26 dan koreksi kredit pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat pembayaran bunga kepada X Co dikenai tarif sebesar 10% berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Korea Selatan. Kemudian, terkait dengan koreksi kredit pajak, Termohon PK telah memberikan dokumen pendukung berupa bukti pemotongan, SSP PPh Pasal 26, dan laporan SPT masa PPh Pasal 26. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra