RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Piutang Tak Tertagih Sebagai Pengurang Penghasilan

Hamida Amri Safarina | Senin, 20 Juli 2020 | 17:14 WIB
Sengketa Piutang Tak Tertagih Sebagai Pengurang Penghasilan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai piutang tak tertagih sebagai pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak berpendapat wajib pajak tidak dapat memenuhi persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Adapun syarat yang tidak terpenuhi terkait adanya 40 debitur dengan utang lebih dari Rp100 juta yang tidak memiliki dan tidak mencantumkan NPWP dalam daftar piutang tak tertagih. Dengan demikian, otoritas pajak menetapkan piutang tak tertagih tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Sebaliknya, wajib pajak menilai sudah memenuhi persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Adanya kewajiban tambahan yang tidak diatur dalam UU PPh seharusnya tidak dapat menggugurkan substansi adanya piutang tak tertagih yang telah dibebankan oleh wajib pajak dalam perhitungan penghasilan netonya. Tidak dicantumkannya NPWP debitur disebabkan karena tidak diberikannya informasi hal tersebut oleh debitur kepada wajib pajak.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat piutang tak tertagih dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto wajib pajak.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Hal tersebut dikarenakan Pasal 5 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-238/PJ/2001 merupakan ketentuan pelaksana dari Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh yang berlaku dalam hal debitur telah menginformasikan NPWP-nya kepada kreditur.

Sementara itu, dalam kasus ini debitur tidak memberikan informasi NPWP nya kepada wajib pajak. Otoritas pajak seharusnya tidak mengabaikan fakta terdapat piutang tak tertagih yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengurang penghasilan bruto.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 26485/PP/M.XI/15/2010 tertanggal 12 Oktober 2010, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 26 Januari 2011.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi positif piutang tak tertagih.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK tidak dapat memenuhi persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Ketentuan terkait piutang tak tertagih ini dapat dilihat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh juncto Pasal 5 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-238/PJ./2001 (KEP Ditjen Pajak No. KEP-238/PJ./2001).

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, piutang tak tertagih dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak apabila memenuhi empat syarat yang bersifat kumulatif. Pertama, telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Kedua, telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.

Ketiga, telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus. Keempat, wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Perihal persyaratan administratif diatur lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (3) KEP Ditjen Pajak No. KEP-238/PJ./2001. Dalam Pasal tersebut diatur mengenai kewajiban untuk mencantumkan NPWP dalam daftar piutang bagi seluruh wajib pajak badan.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Selain itu, kewajiban pencantuman NPWP juga berlaku untuk wajib pajak orang pribadi yang jumlah utangnya lebih dari Rp100 juta dan debitur wajib pajak orang pribadi yang jumlah utang tidak lebih dari Rp100 juta sepanjang telah memiliki NPWP.

Lebih lanjut, berdasarkan pemeriksaan, Pemohon menemukan terdapat 40 debitur dengan utang lebih dari Rp100 juta yang tidak memiliki serta tidak mencantumkan NPWP debitur tersebut dalam daftar piutang tak tertagih.

Merujuk pada hal tersebut, Termohon PK terbukti tidak dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh pengurang penghasilan bruto atas piutang tak tertagih. Putusan Pengadilan Pajak dinilai tidak sesuai fakta dan peraturan yang berlaku.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan bahwa kewajiban mencantumkan NPWP bagi debitur yang jumlah kreditnya lebih dari Rp100 juta hanyalah ketentuan tambahan yang tidak diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh.

Adanya kewajiban tambahan yang tidak diatur dalam UU PPh seharusnya tidak menggugurkan substansi adanya piutang tak tertagih yang telah dibebankan oleh Termohon PK dalam perhitungan penghasilan netonya. Adapun tidak dicantumkannya NPWP debitur disebabkan tidak diberikannya informasi hal tersebut oleh debitur kepada Termohon PK.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Pertama, koreksi positif atas piutang tak tertagih tidak dapat dibenarkan. Dalil-dalil Pemohon PK tidak dapat menggugurkan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Kedua, dalam perkara a quo, piutang tak tertagih dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh.

Mahkamah Agung menilai Pemohon PK telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pengurang penghasilan bruto atas piutang tak tertagih tersebut.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra