RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Kurang Bayar

Hamida Amri Safarina | Jumat, 15 Januari 2021 | 17:20 WIB
Sengketa Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Kurang Bayar

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang penghasilan pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi yang dianggap kurang bayar oleh otoritas pajak.

Wajib pajak berpendapat biaya senilai Rp416.350.000 merupakan pembebanan nota pembukuan dari unit lain yang sudah dilaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak telah melaporkan dan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) dengan benar. Dengan demikian, koreksi otoritas pajak yang menyatakan Termohon kurang bayar atas PPh Pasal 4 aat (2) tidak dapat dipertahankan.

Sebaliknya, otoritas pajak melakukan koreksi karena terdapat biaya senilai Rp416.350.000 yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi dan tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan tidak dilaporkannya penghasilan atas jasa konstruksi tersebut artinya wajib pajak masih kurang bayar atas PPh Pasal 4 ayat (2). Selain itu, wajib pajak juga tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya dengan menggunakan bukti yang valid.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak sudah menjalankan kewajiban perpajakannya atas PPh Pasal 4 ayat (2) dengan benar.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Selain itu, biaya senilai Rp416.350.000 bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi. Dengan kata lain, wajib pajak seharusnya tidak berkewajiban untuk melaporkan transaksi tersebut dalam SPT. Oleh karena itu, koreksi kurang bayar yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.38253/PP/M.XV/25/2012 tertanggal 21 Mei 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Agustus 2012.

Pokok sengketa dalam perkara a quo yakni koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp416.350.000 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, permasalahan dalam perkara ini berkaitan dengan pembuktian atas dalil-dalil Termohon PK. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan ekualisasi SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) dengan Laporan Keuangan Termohon PK.

Mengacu pada ekualiasi tersebut, Pemohon PK menemukan fakta terdapat penghasilan atas jasa konstruksi yang diterima Termohon PK tidak dilaporkan dalam SPT. Dengan tidak dilaporkannya penghasilan atas jasa konstruksi tersebut artinya Termohon PK masih kurang bayar atas PPh Pasal 4 ayat (2).

Dalil Termohon PK yang menyatakan biaya senilai Rp416.350.000 merupakan pembebanan nota pembukuan dari unit lain yang sudah dilaksanakan kewajiban perpajakannya tidak dapat dibenarkan. Sebab, tidak ada bukti-bukti valid yang dapat mendukung pernyataan tersebut.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Bahkan, pada tahap pemeriksaan, Termohon PK tidak menyediakan bukti berupa nota pembukuan dari unit lain yang diminta oleh Pemohon PK. Apabila nota pembukuan tersebut baru diajukan pada saat keberatan ataupun persidangan, Pemohon PK tidak dapat mempertimbangkan bukti tersebut dalam penyelesaian sengketa.

Selain itu, data dan dokumen yang diberikan Termohon pun tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Adapun beberapa data yang diberikan Termohon PK dalam persidangan ialah laporan keuangan termohon tahun 2005, buku besar, daftar nota pembukuan, rekap DPP dan surat setoran pajak (SSP), nota pembukuan, bukti pembayaran, berita acara pekerjaan yang dilakukan Termohon PK, dan SPT PPh Pasal 4 ayat (2) masa Januari sampai Desember 2005. Pemohon PK tetap mempertahankan koreksinya karena tidak ada data pendukung lain untuk membuktikan dalil Termohon PK.

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurut Termohon PK, biaya senilai Rp416.350.000 merupakan pembebanan nota pembukuan dari unit lain yang sudah dilaksanakan kewajiban perpajakannya.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Termohon PK telah melaporkan dan membayar PPh Pasal 4 ayat (2) dengan benar. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK yang menyatakan Termohon kurang bayar atas PPh Pasal 4 aat (2) tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding adalah sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) senilai 416.350.000 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK dapat membuktikan penghasilan atas jasa kontruksi yang diterimanya sudah dilaporkan dengan benar dan tidak kurang bayar. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak berdasar sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP