RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Perbedaan Interpretasi Tarif PPh Badan Kontrak Karya

Hamida Amri Safarina | Senin, 06 April 2020 | 19:46 WIB
Sengketa Pajak Perbedaan Interpretasi Tarif PPh Badan Kontrak Karya

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait perbedaan interpretasi atas berlakunya kontrak karya ketika adanya perubahan aturan pajak penghasilan (PPh). Perlu diketahui, wajib pajak adalah perusahaan yang terikat Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Pemerintah Republik Indonesia.

Saat PKP2B disusun, dasar hukum pembentukannya adalah Undang-Undang (UU) No.10/1994 tentang Pajak Penghasilan. Di kemudian hari, pemerintah melakukan perubahan peraturan PPh yang tertuang dalam UU No. 36/2008. Ketika menyampaikan SPT PPh badan tahun pajak 2014, wajib pajak menggunakan tarif 25% yang mengacu pada UU No. 36/2008.

Akan tetapi, otoritas pajak menganggap tarif yang digunakan wajib pajak tidak tepat. Penetapan tarif seharusnya dilakukan berdasarkan PKP2B. Pada perjanjian tersebut diatur tarif progresif untuk PPh Badan sebesar 10%, 15%, atau 30% berdasarkan penghasilan kena pajaknya. Atas dasar penilaian tersebut, otoritas pajak melakukan koreksi SPT PPh badan masa pajak November 2014.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya gugatan yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK. Berikut ulasan selengkapnya.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan yang dilakukan otoritas pajak. Hakim Pengadilan Pajak berpendapat pembentukan PKP2B dilakukan pada saat UU No. 10/1994 berlaku.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Namun, apabila terdapat perubahan terhadap peraturan a quo maka segala aturan yang berlaku juga mengikuti perubahan yang ada. Oleh karena itu, ketika UU No. 10/1994 diubah dengan UU No. 36/2008 maka ketentuan dalam PKP2B juga mengikuti perubahan peraturan yang ada.

Penetapan tarif PPh badan tunduk pada UU. No 36/2008, yaitu sebesar 25%, sudah benar. Otoritas pajak telah salah menetapkan Surat Tagihan Pajak (STP) masa pajak November 2014 sehingga harus dibatalkan. Oleh karena itu, Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya dan menyatakan jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah nihil.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 70596/PP/M.XVIA/99/2016 tertanggal 3 Mei 2016, otoritas pajak secara tertulis mengajukan PK ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 16 Agustus 2016.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah terkait dikabulkannya gugatan wajib pajak atas pembatalan STP PPh Pasal 25 masa pajak November 2014 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut. Majelis hakim pengadilan pajak dianggap telah memberikan pertimbangan hukum yang keliru dan mengabaikan fakta hukum serta peraturan yang berlaku.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Menurut Pemohon PK, pajak atas penghasilan pada pasal 14 angka 3 PKP2B diatur secara jelas mengenai tarif pajak, lapisan pajak, dan penghasilan kena pajak. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan UU No. 10/1994. Tarif pajak yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan terutang berdasarkan UU No. 10/1994 juncto pasal 14 angka 3 PKP2B yaitu sebesar 10%, 15%, atau 30% berdasarkan penghasilan kena pajaknya.

Berdasarkan pasal 33A ayat (4) UU No. 10/1994, untuk wajib pajak yang menjalankan usaha berdasarkan kontrak karya, tarif pajaknya tetap mengikuti ketentuan kontrak karya sampai dengan berakhirnya perjanjian.

Dengan adanya aturan baru tidak serta merta tarif PPh badan terhadap wajib pajak yang menggunakan kontrak karya ikut berubah. Perubahan tarif harus melalui aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah atau Keputusan Menteri Keuangan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pemohon menyatakan bahwa belum diterbitkannya aturan pelaksana sehingga tarif PPh badan masih menggunakan tarif yang ditetapkan dalam PKP2B. Seharusnya, wajib pajak tidak membuat penafsiran sendiri bahwa tarif PPh badan yang digunakan sebesar 25% karena UU No. 36/2008.

Pemohon berdalih bahwa PKP2B merupakan lex specialis dalam hal penghitungan PPh badan. Selain itu, perjanjian ini juga berlaku asas pacta sunt servanda. Perjanjian ini harus dijunjung tinggi sebagai bentuk aturan setingkat undang-undang yang sifatnya mengikat pihak-pihak dalam perjanjian.

Di sisi lain, Termohon PK menjelaskan penghitungan PPh masa pajak November 2014 dilakukan berdasarkan UU No. 36/2008, yang merupakan aturan terbaru. Berdasarkan UU tersebut, penetapan tarif PPh terutang digunakan tarif tunggal, yaitu 25%. Penetapan tarif tersebut sudah benar dan seharusnya tidak dilakukan koreksi atas PPh Pasal 25 oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Pertimbangan Mahkamah Agung

ALASAN-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Pajak No. 1930/B/PK/PJK/2017 sudah tepat dan benar. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil yang diajukan, argument Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan.

Dalam perkara a quo gugatan Penggugat cukup berdasar serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak juga sudah benar. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Koreksi tersebut tidak sesuai dengan pasal 29 ayat (2) alinea ketiga UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 33A Undang-Undang Pajak Penghasilan

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Hakim tidak menemukan keputusan yang bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 91 huruf e UU No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar nihil.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga dinyatakan ditolak. Pemohon PK juga dihukum untuk membayar biaya perkara dalam sengketa ini.

Putusan dapat diakses melalui laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?