RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Kewajaran Besaran Tarif Royalti Transfer Pricing

Hamida Amri Safarina | Jumat, 03 April 2020 | 20:18 WIB
Sengketa Pajak atas Kewajaran Besaran Tarif Royalti Transfer Pricing

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait kewajaran besaran tarif royalti dalam kasus transfer pricing. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa dalam sengketa ini wajib pajak melakukan transaksi pembayaran royalti atas harta tidak berwujud kepada afiliasi yang berkedudukan di Australia.

Wajib pajak menyatakan telah menetapkan besaran tarif royalti berdasarkan prinsip kewajaran. Adapun tarif royalti menurut wajib pajak adalah sebesar 25%. Hasil studi dari Transfer Pricing Associates (TPA) Australia juga menunjukkan besaran biaya royalti dalam rentang 17%-35%.

Sebaliknya, Dirjen Pajak berdalih tarif royalti yang ditetapkan wajib pajak sebesar 25% tidaklah wajar. Dirjen Pajak menilai bahwa pembayaran biaya royalti tersebut tidak ada karena tidak ditemukan bukti keberadaan Intangible Property (IP).

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Selain itu, pihak otoritas pajak juga tidak dapat mempertimbangkan Transfer Pricing Study (TP Study) yang diajukan oleh wajib pajak. Hal tersebut lantaran pembanding yang dipergunakan dalam studi pada dasarnya tidak sebanding dengan kondisi wajib pajak yang sebenarnya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK. Berikut ulasan selengkapnya.

Kronologi

Baca Juga:
Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan pajak kurang bayar penghasilan badan. Pada tingkat banding, Hakim Pengadilan Pajak berpendapat besaran presentase tarif royalti pada sengketa ini sebesar 17%. Angka tersebut ditetapkan berdasarkan tarif terendah dari hasil TP Study yang dibuat oleh TPA Australia dengan rentang tarif 17%-35%.

Mengacu pada pertimbangan tersebut, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan. Hakim memutuskan mengabulkan sebagian permohonan Pemohon Banding.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No.Put.49717/PP/M.XIV/15/2013 tertanggal 20 September 2011, otoritas pajak secara tertulis mengajukan PK ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Desember 2013.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi penghasilan neto tahun pajak 2008 atas royalti sebesar Rp129.891.262.217,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan Pajak harus diambil berdasarkan bukti dan peraturan yang berlaku.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Koreksi atas biaya royalti oleh Pemohon PK dilakukan karena dalam proses pemeriksaan keberadaan IP tidak dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang valid. Pemohon PK tidak setuju dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa Pemohon PK tidak melakukan analisis transaksi yang terindikasi TP. Pemohon telah melaksanakan langkah pemeriksaan transaksi TP dan melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemohon PK melakukan koreksi terhadap pembayaran atas royalti dengan dua pertimbangan. Pertama, Termohon PK tidak memberikan data/dokumen atas transaksi pembayaran royaltinya. Kedua, tidak ada dokumen terkait kepemilikan IP yang menunjukkan kepemilikan IP tersebut.

Pemohon PK berdalil bahwa Putusan Pengadilan Pajak No. Put.49717/PP/M.XIV/15/2013 tanggal 20 September 2011 tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, putusan tersebut harus dibatalkan.

Baca Juga:
DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Sementara itu, pendapat Pemohon PK berbeda dengan Termohon PK. Termohon PK tidak setuju dengan koreksi mengingat sejak pemeriksaan Pemohon PK tidak memberikan angka persentase royalti yang wajar. Adapun royalti dibayarkan atas penggunaan IP yang dimiliki oleh pihak ketiga yang meliputi technology, products dan process, brand & trademarks, serta IT platform dan Group Network.

Termohon PK sendiri telah memiliki dokumen TP Study yang dikeluarkan oleh TPA Australia yang menyatakan besaran royalti berada dalam rentang 17%-35%. Selanjutnya, Termohon menentukan besaran royalti sebesar 25%. Berdasarkan besaran tarif royalti tersebut, Pemohon PK seharusnya tidak melakukan koreksi. Dengan demikian, biaya royalti tersebut dapat dibiayakan (deductible expense).

Pertimbangan Mahkamah Agung

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

MENURUT Mahkamah Agung, judex facti dinilai sudah benar dan adil. Penilaian tersebut telah mempertimbangkan data yang disampaikan dalam persidangan baik TP Study yang dibuat oleh pihak ketiga dengan metode Transactional Net Margin Method (TNMM) dan TP Study yang dibuat oleh TPA Australia dengan metode Comparable Uncontrolled Price (CUP). Dapat disimpulkan, tarif royalti yang dipandang adil dan wajar adalah 17%.

Putusan Pengadilan Pajak dinilai sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Dirjen Pajak tidaklah beralasan sehingga dinyatakan ditolak. Dengan begitu, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini.

Putusan dapat diakses melalui laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses