RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Jasa Freight Forwarding Sebagai Objek PPh Pasal 23

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 04 Februari 2022 | 18:08 WIB
Sengketa Jasa Freight Forwarding Sebagai Objek PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai transaksi jasa freight forwarding sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Dalam perkara ini, otoritas pajak melakukan koreksi karena terdapat transaksi jasa freight forwarding yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut otoritas pajak, transaksi atas jasa freight forwarding tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Menurut wajib pajak, transaksi jasa freight forwarding yang dilakukannya bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan transaksi atas jasa freight forwarding bukan merupakan objek PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai wajib pajak tidak dapat membuktikan seluruh poin koreksi yang diberikan otoritas pajak. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 47650/PP/M.II/12/2013 tanggal 3 Oktober 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Januari 2014.

Pokok sengketa perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 masa pajak Januari 2008 senilai Rp302.422.741 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, kegiatan usaha yang dijalankan oleh Termohon PK ialah di bidang jasa maklon.

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK melakukan pengiriman barang dengan menggunakan jasa freight forwarding. Transaksi jasa freight forwarding yang diterima Termohon PK meliputi proses pengangkutan barang, jasa agen, jasa pengurusan dokumen pengiriman barang via laut, jasa pengurusan dokumen impor, dan layanan bongkat muat di pelabuhan.

Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, Pemohon PK menemukan fakta transaksi jasa freight forwarding yang dilakukan Termohon PK tersebut tidak dilaporkan dalam SPT sehingga menyebabkan pajak yang kurang dibayar. Menurut Pemohon PK, transaksi atas jasa freight forwarding seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Lebih lanjut, dalam proses persidangan, Termohon PK juga tidak dapat membuktikan transaksi jasa freight forwarding yang dilakukannya tidak termasuk objek PPh Pasal 23. Termohon PK hanya menyampaikan bukti berupa invoice dan kuitansi pembayaran, tanpa didukung kontrak kerja sama.

Selain itu, menurut Pemohon PK, pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan jasa freight forwarding tidak termasuk dalam jasa perantara adalah tidak tepat. Menurut Pemohon PK, jasa perantara merupakan salah satu dari jenis jasa lain yang menjadi objek PPh Pasal 23. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menilai koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan transaksi jasa freight forwarding yang dilakukannya bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Pendapat Termohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-70/PJ/2007 yang menyatakan jasa freight forwarding tidak termasuk sebagai jasa yang pendapatannya dikenai PPh Pasal 23 sepanjang tidak ada unsur sewa atau penggunaan harta. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak beralasan dan harus ditolak.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif atas DPP PPh Pasal 23 masa pajak Januari 2008 senilai Rp302.422.741 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak yang bersengketa, permohonan PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Kedua, dalam perkara a quo, telah dilakukan proses uji bukti dengan memadai. Mengacu pada hasil uji bukti tersebut, Majelis Hakim Agung menilai koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (zaka/kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra