SISTEM administrasi pajak merupakan hal krusial yang dapat menentukan penerimaan dan kepatuhan pajak. Namun, masih ada kendala dalam optimalisasi sistem tersebut, seperti minimnya sumber daya manusia dibandingkan dengan jumlah wajib pajak.
Teknologi inovatif dapat membantu mempermudah kompleksitas administrasi sehingga dapat mengurangi kebutuhan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mengelola sistem tersebut. Di sisi lain, teknologi inovatif juga dapat mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia yang ada.
International Monetary Fund (IMF) bersama dengan Intra-European Organisation of Tax Administrations (IOTA), The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Asian Development Bank (ADB) membangun sebuah kerangka survei yang dinamakan International Survey on Revenue Administration (ISORA).
Tabel berikut merupakan perkembangan penerapan teknologi inovatif seperti blockchain, otomatisasi robotik, maupun yang lainnya di dalam sistem administrasi pajak untuk negara-negara di Asia yang merespons survei ISORA tersebut. Responden merupakan otoritas pajak yang berwenang di masing-masing negara.
Pada 2017, mayoritas negara-negara Asia yang merespons belum sepenuhnya mengandalkan teknologi inovatif dalam sistem administrasi pajaknya. Namun, berdasarkan survei tersebut, sudah mulai terlihat adanya kesadaran akan manfaat teknologi inovatif tersebut.
Di Cina, otoritas pajak setempat sudah menerapkan teknologi percakapan otomatis antara wajib pajak dengan otoritas pajak. Selain itu, wajib pajak juga sudah terdata cukup baik dan akurat dengan telah digunakannya identifikasi biometrik. Lebih lanjut, negara tersebut juga sudah mulai membangun teknologi blockchain dan merencanakan penggunaan kecerdasan buatan.
Di antara negara-negara Asia, baru India yang pada 2017 telah menerapkan otomatisasi robotik. Menurut Sharma (2019), otomatisasi digunakan untuk mengurangi penggunaan uang kertas serta memproses surat pemberitahuan tahunan (SPT) dan pemberian restitusi dalam waktu yang jauh lebih singkat.
Menariknya, dua negara Asean, yaitu Malaysia dan Singapura, menurut survei telah menerapkan kecerdasan buatan. Penerapan dilakukan saat negara-negara lain baru sebatas merencanakan hal tersebut. Hal ini tentunya menyiratkan adanya suatu kebutuhan untuk mendeteksi penipuan pajak dengan cara yang lebih efektif dan efisien. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.