STATISTIK RASIO PAJAK

Seberapa Besar Dampak Resesi Terhadap Rasio Pajak di Asia-Pasifik?

DDTC Fiscal Research and Advisory | Senin, 15 Februari 2021 | 11:38 WIB
Seberapa Besar Dampak Resesi Terhadap Rasio Pajak di Asia-Pasifik?

PANDEMI Covid-19 telah mengakibatkan resesi ekonomi di berbagai negara, tidak terkecuali bagi Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 sebesar -2,07%. Walau relatif tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan kinerja banyak negara lain, pertumbuhan negatif ini merupakan pertama kalinya sejak 1998.

Resesi ekonomi tersebut juga turut berdampak bagi lesunya penerimaan pajak. Berdasarkan perhitungan dari data pendapatan negara dalam APBN Kita Kemenkeu dan data produk domestik bruto (PDB) yang dirilis BPS, tax ratio Indonesia – dalam artian luas – turun dari 10,74% (2019) menjadi 8,94% (2020).

Sejak tahun lalu, OECD telah memberikan sinyal pandemi dapat berpengaruh bagi risiko penurunan penerimaan pajak secara drastis. Khusus bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, OECD menggarisbawahi perlunya untuk mempelajari pola yang terjadi pada periode krisis sebelumnya, yaitu resesi global 2008.

Melalui publikasinya Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 1990-2018 yang terbit Juli 2020 lalu, OECD menyampaikan data yang relevan. Data yang dimaksud adalah pola penurunan tax ratio di berbagai negara Asia dan Pasifik setelah terjadinya krisis 2008. Upaya mengukur dampak resesi dilakukan dengan membandingkan tax ratio pada 2007 (situasi ekonomi normal) dengan kinerja pada 2009 (situasi krisis).

Secara rata-rata, tax ratio di kawasan Asia Pasifik berkurang sebesar satu poin. Penurunan ini masih lebih kecil dari rata-rata penurunan di negara OECD (-1,4%), tapi jauh lebih buruk dari rata-rata penurunan di negara Amerika Latin (-0,7%) dan Afrika (-0,1%).

Salah satu penyebab besarnya dampak resesi 2008 terhadap penurunan tax ratio ialah tingginya ketergantungan negara Asia-Pasifik terhadap penerimaan PPh Badan. OECD mencatat secara rata-rata, terdapat penurunan rasio PPh badan terhadap PDB di kawasan ini dari 4,9% menjadi 4,1%.

Celakanya, saat ini negara-negara di kawasan Asia-Pasifik relatif masih memiliki ketergantungan penerimaan pajak dari PPh badan. Sebagai ilustrasi, pada 2017, sekitar 19% penerimaan masih berasal dari pos tersebut. Jauh lebih besar dari negara OECD yang hanya sekitar 9,3% (OECD, 2020).

Oleh karena itu, resesi akibat pandemi Covid-19 yang turut berdampak negatif bagi kinerja pelaku usaha diperkirakan akan berpengaruh besar terhadap performa tax ratio di kawasan Asia-Pasifik.


Tingginya pengaruh dampak resesi bagi tax ratio 2009 juga disebabkan jatuhnya harga komoditas. Hal ini juga terkonfirmasi dari besaran penurunan tax ratio di negara yang penerimaannya banyak bergantung dari sumber daya alam, seperti Kazakhstan dan Papua Nugini.

Di sisi lain, resesi relatif tidak terlalu besar pengaruhnya bagi penerimaan pajak di negara-negara yang memiliki struktur penerimaan yang lebih terdiversifikasi dan tidak berbasis komoditas.

Tax ratio di beberapa negara juga tetap meningkat, terutama karena dampak resesi global yang tidak terlalu memukul perekonomian mereka. Hal ini dialami emerging economies seperti China dan Malaysia. Tax ratio pada negara yang tidak terlalu berinteraksi dalam perekonomian global seperti Tokelau, Samoa, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Cook, juga relatif stabil.

Terdapat satu pelajaran penting dari krisis 2008 yang relevan bagi prospek tax ratio pada periode pandemi. Risiko penurunan tax ratio agaknya sesuatu yang sulit untuk dihindari dengan mengingat terkontraksinya perekonomian hampir di seluruh negara.

Tinggi rendahnya penurunan tax ratio akan sangat dipengaruhi dari struktur ekonomi dan komposisi penerimaan pajak di masing-masing negara. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:50 WIB STATISTIK TARIF PAJAK

Beban Pajak Perseroan dengan Pemegang Saham Orang Pribadi di Indonesia

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?