Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Rahmat Muttaqin saat presentasi pada salah satu mata kuliah di Vienna University of Economics and Business (WU Wien) Austria.
HINGGA 26 Maret 2020, telah terdapat 198 negara/wilayah yang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona (COVID-19). Salah satu negara yang terdampak adalah Austria. Pemerintah Austria mengonfirmasi sekitar 6.800 kasus positif COVID-19.
Penulis, Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Rahmat Muttaqin saat ini masih menempuh S2 International Tax Law di Vienna University of Economics and Business (WU Wien) Austria. Lewat artikel ini penulis ingin memberikan laporan terkait kondisi yang terjadi di sana, terutama tentang kebijakan pajak yang diambil pemerintah Austria.
Untuk diketahui, sebagai upaya untuk menekan bertambahnya jumlah kasus COVID-19, pemerintah Austria menerapkan kebijakan Restriction on Movement yang berlaku sejak 16 Maret 2020 hingga setidaknya 13 April 2020.
Residen Austria dilarang untuk meninggalkan kediaman kecuali untuk kebutuhan pangan, obat, pekerjaan yang bersifat esensial, maupun hal mendesak lainnya. Sekolah, universitas, tempat rekreasi, restoran, hingga bisnis yang bersifat nonesensial tutup sejak kebijakan ini berlaku.
Kebijakan tersebut berdampak bagi pelaku bisnis maupun perekonomian Austria. Melalui siaran pers pada 18 Maret 2020, Menteri Keuangan Blümel mengungkapkan bahwa pemerintah tidak mengetahui lamanya krisis akan berlangsung.
“Kami tidak tahu berapa lama krisis akan berlangsung dan kami tidak tahu persis seberapa signifikan dampaknya. Namun, kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk membantu,” kata Blümel.
Sebagai langkah utama, pemerintah memberikan bantuan sebesar 38 miliar euro (sekitar Rp52,9 triliun) untuk menekan dampak COVID-19 terhadap perekonomian Austria.
Upaya lain dilakukan pemerintah melalui relaksasi kebijakan pajak. Sampai dengan 26 Maret 2020, terdapat setidaknya empat poin relaksasi kebijakan pajak yang disampaikan pemerintah melalui situs resmi Kementrian Keuangan Austria.
Pertama, apabila wajib pajak dapat membuktikan bahwa bisnisnya secara signifikan terdampak COVID-19, seperti masalah likuiditas, maka wajib pajak tersebut dapat mengajukan pengurangan atas pajak penghasilan (PPh) dibayar di muka.
Kedua, wajib pajak dapat mengajukan penangguhan pembayaran pajak ataupun pembayaran pajak dengan cara angsuran. Pemerintah sendiri telah memberikan bantuan sebesar 10 miliar euro untuk penangguhan pembayaran pajak.
Ketiga, tenggat waktu pembayaran sanksi atas pelanggaran sehubungan dengan kewajiban pembayaran pajak diperpanjang. Hal ini juga berlaku atas tenggat waktu pengajuan serta proses upaya hukum keberatan maupun banding yang masih berjalan pada 16 Maret 2020 atau mulai berjalan antara 16 Maret 2020 hingga 30 April 2020.
Keempat, hibah sehubungan dengan COVID-19 dikecualikan dari objek pajak. Namun, beban yang ditanggung akan dianggap sepenuhnya sebagai beban operasional.
Selain itu, pemerintah tengah mengkaji opsi untuk perpanjangan tenggat waktu penyampaian SPT PPh tahunan untuk wajib pajak badan yang semula dijadwalkan pada 30 Juni (secara elektronik tanpa konsultan pajak).
Pemerintah juga menganjurkan wajib pajak untuk menghindari tatap muka secara langsung di kantor pajak dan mendorong komunikasi berbasis telepon maupun digital. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.