KEBIJAKAN PAJAK

Punia, Perpuluhan, dan Dana Paramita Juga Bisa Jadi Pengurang Pajak

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 05 Agustus 2024 | 18:00 WIB
Punia, Perpuluhan, dan Dana Paramita Juga Bisa Jadi Pengurang Pajak

Umat Hindu menghaturkan sesajen saat persembahyangan Hari Pagerwesi di Pura Jagatnatha, Denpasar, Bali, Rabu (17/7/2024). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.

JAKARTA, DDTCNews – Selain zakat, sumbangan keagamaan lainnya yang sifatnya wajib juga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Jika zakat berlaku bagi umat Islam, sumbangan keagamaan lainnya yang bisa jadi pengurang pajak adalah dana punia bagi umat Hindu, perpuluhan/persepuluhan bagi umat Kristen dan Katolik, serta dana paramita bagi umat Buddha.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, Peraturan Pemerintah (PP) 60/2010, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 254/2010, PER-6/PJ/2011, dan PER-04/PJ/2022 s.t.d.d PER-3/PJ/2023.

“...sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (1) huruf g, dikutip pada Senin (5/8/2024).

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Adapun sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib itu dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak orang pribadi. Selain itu, sumbangan keagamaan juga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain Islam.

Artinya, sumbangan keagamaan yang bersifat wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto baik oleh orang pribadi maupun badan. Sumbangan keagamaan itu dapat dikurangkan sepanjang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Saat ini, lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah tersebut dapat dilihat pada Lampiran PER-04/PJ/2022 s.t.d.d PER-3/PJ/2024. Lampiran tersebut telah menguraikan lembaga penerima dan pengelola sumbangan keagamaan Kristen, Katolik, Hindu, dan Khonghucu.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Ada pula daftar lembaga pengelola dana sosial keagamaan Buddha wajib pada tingkat nasional dan provinsi. Daftar lembaga keagamaan tersebut perlu diperhatikan apabila wajib pajak ingin menjadikan sumbangan keagamaannya sebagai pengurang penghasilan bruto.

Sebab, apabila pengeluaran untuk sumbangan keagamaan tidak dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dimaksud maka tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Adapun wajib pajak dapat membayarkan sumbangan keagamaan berupa uang atau yang disetarakan dengan uang.

Lebih lanjut, wajib pajak yang menjadikan sumbangan sebagai pengurang penghasilan bruto harus melaporkannya dalam SPT. SPT yang dimaksud adalah SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dari orang pribadi dan/atau badan yang bersangkutan.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Selain itu, wajib pajak juga harus melampirkan fotokopi bukti pembayaran sumbangan tersebut dalam SPT. Bukti pembayaran itu dapat berupa bukti pembayaran secara langsung, atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

bukti pembayaran tersebut paling sedikit memuat: nama lengkap wajib pajak dan NPWP pembayar; jumlah pembayaran; tanggal pembayaran; dan nama lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Selain itu, bukti tersebut juga harus memuat tanda tangan petugas lembaga keagamaan apabila pembayaran dilakukan secara langsung. Sementara itu, apabila sumbangan dibayarkan melalui transfer rekening bank maka perlu divalidasi petugas bank. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Minggu, 22 Desember 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tegaskan Threshold PPh Final UMKM dan PKP Tetap Rp4,8 Miliar

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP