INGGRIS

Progresivitas Sistem Pajak Negara Ini Berhasil Tekan Ketimpangan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 28 Mei 2019 | 11:18 WIB
Progresivitas Sistem Pajak Negara Ini Berhasil Tekan Ketimpangan

Ilustrasi. (foto: ox.ac.uk)

JAKARTA, DDTCNews – Progresivitas sistem pajak yang diikuti dengan pemberian jaminan sosial dari pemerintah telah berhasil menekan ketimpangan pendapatan di Inggris.

Hal ini menjadi inti laporan terbaru dari lembaga think-tank Institute for Fiscal Studies (IFS). Hasil kajian IFS sekaligus melawan publikasi tahunan Kantor Statistik Nasional (Office for National Statistics/ONS) yang menyatakan bahwa sistem pajak di Inggris tidak berpengaruh pada ketimpangan pendapatan.

Menurut IFS, kesimpulan ONS dihasilkan dari analisis data yang buruk. ONS tidak memperhitungkan kontribusi asuransi nasional pemberi kerja, salah mengartikan pendapatan, gagal memperlakuan tunjangan kena pajak dengan benar, serta keliru mengklasifikasikan orang miskin dari nilai belanja.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

“Kesimpulan ONS yang mengejutkan… karena beberapa pilihan analitis yang kurang ideal. Di bawah pilihan yang lebih tepat, seseorang memperoleh hasil bahwa pajak tidak langsung dan langsung sebenarnya progresif,” demikian kesimpulan IFS, seperti dikutip pada Selasa (28/5/2019).

Menggunakan data resmi untuk mengukur kesenjangan antara kaya dan miskin, penelitian IFS menunjukkan 20% populasi terkaya rata-rata memiliki pendapatan 96.000 pound sterling per tahun dari sumber pekerjaan, pensiun swasta, dan investasi.

Sementara itu, masyarakat yang berada di kelompok 20% termiskin, memiliki pendapatan rata-rata hanya 7.700 pound sterling. Dengan demikian, ada ketimpangan (gap) pendapatan hingga lebih dari 12 kali lipat.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Setelah pajak langsung diberlakukan dan rumah tangga telah menerima jaminan sosial dari negara bagian, daya beli rata-rata dari seperlima orang terkaya turun menjadi 64.000 pound sterling. Sementara, pendapatan seperlima orang termiskin naik menjadi 12.500 pound sterling. Dengan demikian, gap diperkecil menjadi hanya 5 kali lebih banyak.

IFS mengatakan bahwa jaminan sosial negara lebih banyak berpengaruh dalam redistribusi daripada pajak. Hal ini dikarenakan pembayaran jaminan sosial sangat terkonsentrasi di antara orang-orang termiskin, sedangkan pembayaran pajak terjadi di seluruh distribusi pendapatan.

Melihat seluruh efek pada ketimpangan, IFS menghitung bahwa pajak langsung menyumbang 30% dari pengurangan ketimpangan antara pendapatan pasar dan pendapatan akhir. Adapun salah satu perbedaan penelitian IFS dan ONS terletak pada pajak pertambahan nilai (PPN).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

ONS, menurut IFS, melihat orang miskin membayar bagian lebih besar dari pendapatan mereka dalam PPN. Hal ini keliru. IFS menegaskan sebagai pajak tidak langsung, pembayaran PPN didasarkan pada belanja. Dengan demikian, pembayaran antara orang kaya dan orang miskin memiliki proporsi yang sama.

“Sistem pajak dan benefit [jaminan sosial] secara signifikan mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Benefit memainkan peran yang sangat besar. Pemerintah harus mencapai jumlah redistribusi yang diinginkan menggunakan bagian-bagian dari sistem pajak dan benefit yang paling cocok untuk pekerjaan tertentu,”kata Pascale Bourquin, ekonom di IFS.

Seperti dilansir Financial Times, penelitian IFS didanai oleh lembaga pemerintah lainnya, yakni Economic and Social Research Council. Hal ini mencerminkan kegelisahan di kalangan internal bahwa ONS lambat untuk memperbarui metodologi dalam menghadapi kritik ahli yang signifikan. ONS juga mendapat kecaman karena gagal mereformasi ukuran inflasi. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Minggu, 20 Oktober 2024 | 07:30 WIB PER-8/PJ/2022

Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN