PPH FINAL (12)

PPh Final atas Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri

Vallencia | Senin, 31 Oktober 2022 | 15:22 WIB
PPh Final atas Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri

SECARA geografis, Indonesia sangat strategis karena terletak di antara 2 benua dan 2 samudra. Dengan kondisi tersebut, Indonesia terletak di jalur lalu lintas dunia, baik dari jalur pelayaran maupun penerbangan internasional. Keunggulan ini mempermudah Indonesia dalam perdagangan antarnegara.

Ketika menjalankan transaksi perdagangan tersebut, Indonesia kerap kali menggunakan jasa pelayaran dan/atau penerbangan dari perusahaan luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pengangkutan barang.

Pemanfaatan jasa pelayaran atau penerbangan dari perusahaan luar negeri tidak luput dari konteks pengenaan pajak, khususnya pajak penghasilan (PPh) Pasal 15. Artikel kelas pajak kali ini akan mengulas tentang PPh Pasal 15 atas pelayaran atau penerbangan luar negeri.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Subjek, Objek, dan Tarif

SEBAGAIMANA tercantum dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (KMK 417/1996), subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini ialah wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.

Secara spesifik, perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut berkedudukan di luar negeri dan melakukan usaha di Indonesia melalui bentuk usaha tetap (BUT). Objek PPhnya adalah pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Perlu dicatat, penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri dari pengangkuatan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke Indonesia tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 15.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Setelah memahami subjek dan objek PPh Pasal 15 dalam KMK 417/1996, penting untuk memahami tarif pajak yang berlaku. Secara umum, penghasilan dari pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Dengan demikian, dalam menentukan besaran PPh Pasal 15 yang perlu dipotong, wajib pajak cukup mengalikan peredaran bruto dengan tarif sebesar 2,64%. Adapun jumlah PPh Pasal 15 tersebut bersifat final. Ketentuan ini tertulis dalam Pasal 2 KMK 417/1996.

Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

KETENTUAN terkait dengan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh ini diatur dalam SE-32/PJ.4/1996. Berdasarkan pada surat edaran tersebut, kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dibagi menjadi 2 pengaturan.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Pertama, penghasilan diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri berdasarkan pada perjanjian charter. Dalam kondisi ini, pihak yang membayar jasa wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 15 dan memberikan bukti pemotongan PPh kepada perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri.

Selanjutnya, pihak pemotong wajib melakukan penyetoran PPh yang terutang selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP).

Sebagai catatan, saat terutangnya PPh ialah saat bulan pembayaran atau terutangnya pembayaran. Pihak pemotong juga harus melakukan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Kedua, penghasilan diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri selain berdasarkan pada perjanjian charter. Dalam hal ini, wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib menyetorkan PPh yang terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh dengan menggunakan SSP.

Kemudian, perusahaan tersebut wajib menyetorkan PPh paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP