LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2019

Perlukah Green Tax pada Industri Penerbangan?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 Januari 2020 | 15:51 WIB
Perlukah Green Tax pada Industri Penerbangan?

Astrid Rizkya Sally
Kediri, Jawa Timur

AKHIR-akhir ini Jakarta heboh dengan kualitas udara yang buruk. AirVisual seringkali mencatat kualitas udara ibu kota Indonesia itu dalam kondisi tidak sehat dan bahkan sempat menjadi kota dengan polusi udara tertinggi di dunia pada 10 Agustus 2019.

Ketika berbicara mengenai polusi udara, kita pasti akan langsung mengarah pada banyaknya jumlah kendaraan bermotor. Tidak bisa dimungkiri bahwa moda transportasi memang menjadi salah satu penyumbang terbesar polusi udara.

Indonesia berada di peringkat ke-empat dunia untuk negara dengan angka kematian tertinggi akibat polusi, yakni sejumlah 232.974 jiwa, dengan polusi udara yang menjadi penyumbang terbesar (Global Alliance on Health and Pollution, 2017),

Studi lain juga menyebutkan polusi udara menyebabkan penurunan produktivitas karyawan. Selain itu, juga berdampak pada perubahan iklim. Jangan salah, pesawat yang notabene merupakan alat transportasi udara juga berkontribusi dalam hal ini.

Berdasarkan Badan Lingkungan Eropa, setiap penumpang pesawat memberikan gas karbon dioksida pada atmosfir 285 gr per km, melebihi moda transprtasi lain (Muhaimin, 2019). Namun, polusi dari pesawat ini jarang diperhatikan karena yang tampak sehari-hari adalah kendaraan bermotor.

Dalam upaya mengatasi emisi dari pesawat terbang tersebut, beberapa negara telah menerapkan tarif pajak tertentu. Mulai Juli tahun ini, Prancis misalnya telah memungut pajak hijau (green tax) yang dibebankan kepada konsumen melalui tiket pesawat yang dibelinya.

Tarif maksimal yang akan dipungut adalah EUR€18 per penerbangan. Tarif itu mempertimbangkan jalur penerbangan dalam negeri, antarnegara Uni Eropa atau keluar Uni Eropa serta kelas pesawat termasuk dalam kelas bisnis atau ekonomi.

Namun, tidak semua penerbangan dikenakan pajak. Prancis membebaskan pajak green tax untuk perjalanan yang sangat bergantung pada transportasi udara, seperti perjalanan dinas Kementerian Luar Negeri Prancis serta ke Corsica (Widhayasa, 2019).

Sebelum itu, Swedia telah menetapkan pajak yang sama. Tarifnya SEKkr60-400 sesuai dengan tujuan penerbangan. Menurut Menteri Iklim Swedia Isabella Lovin, pajak itu bertujuan meminimalkan emisi karbon (Gareta, 2018). Jerman juga akan memberlakukan pajak penerbangan mulai 1 April 2020.

Aplikasi di Indonesia
LALU bagaimana dengan Indonesia? Indonesia dapat mengkaji penerapan green tax pada industri penerbangan yang dibebankan pada tiket pesawat. Dengan demikian, yang membayar pajak adalah konsumen, dengan memperhatikan tujuan penerbangan, jenis pesawat dan kelas penerbangan.

Itu berarti, meski memberikan tambahan tarif pajak, negara tetap memberikan rasa keadilan bagi penumpang. Untuk penerbangan dengan jarak yang jauh akan mendapat tarif pajak yang lebih tinggi daripada penerbangan jarak yang lebih dekat.

Tujuan dari penerbangan itu juga perlu diperhatikan. Kota-kota yang memiliki traffic penerbangan terbanyak bisa dapat dikenai pajak lebih besar, sebab merekalah yang lebih banyak menyumbangkan gas emisi penyebab efek rumah kaca yang memengaruhi perubahan iklim.

Selain itu, penumpang di kelas penerbangan bisnis ke atas dikenai pajak lebih tinggi dari mereka yang kelas ekonomi. Mereka yang di kelas bisnis pasti orang-orang yang memiliki dana lebih. Pembedaan ini akan memberikan rasa keadilan bagi mereka yang membayar pajak di kelas ekonomi.

Green tax yang dipungut dari industri penerbangan tersebut bisa dialokasikan untuk pembiayaan moda transportasi ramah lingkungan. Mengingat Indonesia akan memindahkan ibu kota, dengan gagasan transportasi yang tidak menimbulkan emisi karbon didalamnya.

Hal ini sejalan dengan rencana Presiden Joko Widodo, karena pajak tersebut juga akan membuka lapangan kerja baru dan investasi pada bidang transportasi ramah lingkungan. Pasalnya, pengerjaan dan perawatan transportasi ramah lingkungan juga membutuhkan banyak tenaga kerja baru.

Dengan demikian, akan terjadi kesinambungan antara pemungutan green tax pada industri penerbangan dan penggunaan moda transportasi ramah lingkungan yang membuka investasi dan lapangan kerja baru pada industri transportasi ramah lingkungan.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 09:45 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Memunculkan Fitur Transparansi Pajak di Platform Online Terintegrasi

Jumat, 04 Oktober 2024 | 17:15 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menyusun Strategi Jangka Pendek hingga Panjang Peningkatan Tax Ratio

Jumat, 04 Oktober 2024 | 13:48 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menggagas Pajak Produk Rekayasa Genetika di Indonesia

Jumat, 04 Oktober 2024 | 11:19 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Urgensi Penggunaan Pajak untuk Promosi Kesehatan di Indonesia

BERITA PILIHAN