Ilustrasi.
MOSKOW, DDTCNews - Pemerintah Rusia mempertimbangkan untuk memberlakukan windfall tax terhadap perusahaan besar guna menambal kebutuhan penerimaan.
Hal tersebut dikarenakan penerimaan negara yang bersumber dari minyak dan gas (migas) mengalami penurunan drastis dan menimbulkan defisit anggaran senilai US$25 miliar atau setara dengan Rp380,5 triliun.
"Ini bukan kenaikan pajak, ini adalah windfall tax. Windfall tax adalah kebijakan yang lumrah dalam perpajakan dan hanya akan dipungut sekali," kata Wakil Perdana Menteri Rusia Andrei Belousov, dikutip pada Minggu (19/2/2023).
Tak seperti di negara-negara lain, Belousov mengeklaim windfall tax yang akan diberlakukan oleh Rusia bukanlah pajak yang bersifat wajib.
"Kami sedang membahas kontribusi yang bersifat sukarela," ujarnya seperti dilansir zawya.com.
Pada Januari 2023, penerimaan dari sektor migas ambles hingga 46% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Jatuhnya penerimaan dari migas disebabkan sanksi yang diterapkan oleh Eropa atas Rusia.
Berdasarkan pemberitaan media lokal di Rusia, setidaknya terdapat 2 opsi kebijakan yang sedang dipertimbangkan oleh Pemerintah Rusia.
Pertama, perusahaan yang tergabung dalam Russian Union of Industrialists and Entrepreneurs (RSPP) bakal didorong untuk membayar windfall tax secara kolektif senilai US$2,8 miliar. Opsi ini diusulkan oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin.
Kedua, pemerintah Rusia juga mempertimbangkan untuk meningkatkan tarif PPh badan dari 20% menjadi 20,5%. Opsi ini diusulkan oleh para pengusaha yang tergabung dalam RSPP. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.