Ilustrasi. Warga menikmati waktu di pantai Phuket yang dibuka kembali untuk warga asing, yang telah divaksin virus corona (COVID-19) secara penuh, untuk mengunjungi pulau resor tanpa karantina, di Phuket, Thailand, Minggu (19/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/FOC/djo
BANGKOK, DDTCNews - Pemerintah Thailand mewacanakan adanya pengenaan departure tax bagi masyarakat yang pergi ke luar negeri sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Wakil Dirjen Pendapatan Vinit Wisetsuvarnabhum mengatakan undang-undang memberikan ruang bagi pemerintah untuk memperkenalkan jenis pajak baru. Menurutnya, departure tax juga sempat berlaku pada 1983, tetapi kemudian dibebaskan pada 1991.
"Konstitusi mewajibkan departemen untuk secara teratur mengevaluasi undang-undang yang relevan dan kami telah memulai proses dengar pendapat," katanya, dikutip pada Senin (8/5/2023).
Dalam situs web Departemen Pendapatan, terdapat kuesioner online untuk menjaring pendapat publik mengenai departure tax sejak 3 hingga 17 Mei 2023. Pajak tersebut rencananya dikenakan kepada warga negara Thailand dan WNA pemegang izin tinggal tetap.
Untuk warga yang pergi ke luar negeri menggunakan transportasi udara bakal dikenakan departure tax senilai THB1.000 atau sekitar Rp435.000. Untuk masyarakat yang pergi ke luar negeri menggunakan jalur darat dan laut akan dikenakan pajak THB500 atau Rp217.500,00.
Dalam kuesioner tersebut, departemen menyatakan departure tax akan menghasilkan lebih banyak penerimaan bagi negara. Selain itu, jenis pajak ini juga akan mencegah warga Thailand terlalu sering pergi ke luar negeri.
"Departemen Pendapatan tahun ini akan mengadakan diskusi publik online untuk 2 undang-undang lagi, yaitu UU tentang pendapatan dari minyak bumi dan UU tentang pajak warisan," ujar pemerintah seperti dilansir nationthailand.com.
Meski begitu, wacana tersebut dikhawatirkan akan melemahkan minat masyarakat untuk berwisata. Menurut Presiden Asosiasi Agen Perjalanan Thailand Charoen Wangananont, departure tax tidak logis karena Thailand tak pernah punya masalah perihal defisit perdagangan di industri pariwisata.
Dia menyebut 70% dari total pendapatan dihasilkan dari inbound tourism, sedangkan sisanya 30% merupakan outbound tourism. Menurutnya, tarif THB1.000 itu juga terlalu mahal di tengah kondisi ekonomi yang masih diliputi ketidakpastian.
"Jika pemerintah benar-benar berpikir perlu memungut departure tax, seharusnya dilakukan sebelum pandemi, ketika industri pariwisata sedang dalam tren meningkat," tuturnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.