FEB UNIVERSITAS TRISAKTI

Mengupas Tuntas Perencanaan Pajak Agresif

Gallantino Farman | Rabu, 26 Oktober 2016 | 17:20 WIB
Mengupas Tuntas Perencanaan Pajak Agresif John Hutagaol (kedua kiri), Ning Rahayu (kedua kanan), dan Darussalam (kanan). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Rabu (26/10) pagi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti, Jakarta (FEB Usakti) menggelar seminar nasional yang mengangkat tema “Kupas Tuntas BEPS Action Plan dalam Rangka Memerangi Aggressive Tax Planning dan Melindungi Basis Pemajakan Indonesia”.

Menggantikan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta Halim Alamsyah, Anggito Abimanyu memberikan keynote speech dalam acara ini. Menurutnya, perencanaan pajak (tax planning) dalam kerangka internasional kini sudah menjadi sesuatu yang tak lagi tabu.

Senada dengan Anggito, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) John Hutagaol mengungkapkan ada dua hal yang menjadi fokus otoritas pajak di penjuru dunia ke depannya akibat aggressive tax planning yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.

Baca Juga:
Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

"Pertama, keterbukaan informasi keuangan secara global untuk tujuan perpajakan. Kedua, harmonisasi kebijakan perpajakan internasional," ujarnya di Jakarta.

John menambahkan perilaku agresif perusahaan multinasional inilah yang melatarbelakangi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan yang diwadahi oleh OECD/G20. Negara-negara anggota OECD/G20 pun sepakat untuk mengimplementasikan proyek BEPS ini.

"Pemerintah Indonesia sedang membenahi peraturan perundang-undangan domestik terkait perpajakan, perbankan, dan pasar modal. Ini salah satu bentuk komitmen kita ikut proyek BEPS," ungkapnya.

Baca Juga:
Daftar Peringkat Kampus Terbaik di Kompetisi Tax Genius Battle

Menurut John, pemerintah Indonesia akan melakukan reformasi perpajakan, dengan program tax amnesty yang tengah bergulir sebagai jembatannya. Ditambah, kedatangan OECD Senin (24/10) lalu yang memberikan sejumlah rekomendasi pada pemerintah Indonesia agar memperbaiki sistem perpajakan.

Dalam acara yang sama, akademisi UI Ning Rahayu menceritakan beberapa gambaran mengenai skema aggressive tax planning yang biasa dilakukan oleh perusahaan multinasional seperti, transfer pricing, pemanfaatan tax haven country, dan penyalahgunaan perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty).

Lebih lanjut, pengamat pajak Darussalam mengatakan pemerintah perlu belajar dari kasus penghindaran pajak yang dilakukan oleh beberapa penyedia layanan internet (over-the-top/OTT). Tidak hanya DJP, tetapi DPR juga harus turun tangan dalam menjalankan beberapa strategi untuk menjaga basis pemajakan Indonesia.

Baca Juga:
Pengumuman! Ini 3 Pemenang Kuis Tax Genius Battle Batch 3

"Untuk OTT, kita tidak perlu lagi menggunakan konsep bentuk usaha tetap (BUT) yang konvensional saat ini ada," katanya di kampus FEB Usakti.

Menurut Darussalam, suatu negara akan dapat memajaki OTT yang tidak memiliki BUT 'fisik', sepanjang volume transaksi banyak berasal dari negara tersebut, lalu jumlah pembayaran yang substansial dan kontrak yang signifikan juga ada di negara tersebut.

"Terkait dengan aggressive tax planning, perusahaan multinasional harus mengungkapkan skema yang akan mereka gunakan sebagaimana direkomendasikan dalam BEPS Action Plan nomor 12," tutupnya. (Gfa)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 08:27 WIB UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (UII)

Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:51 WIB KUIS PAJAK

Daftar Peringkat Kampus Terbaik di Kompetisi Tax Genius Battle

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:42 WIB KUIS PAJAK

Pengumuman! Ini 3 Pemenang Kuis Tax Genius Battle Batch 3

Jumat, 04 Oktober 2024 | 09:17 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Kaji Bentuk Insentif Pajak yang Sejalan dengan Pilar 2

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja