HARTA tidak berwujud dapat dikembangkan dengan dua cara, yaitu dilakukan secara sendiri atau dikembangkan dengan membentuk kerja sama melalui CCA (cost contribution arrangement).
Terdapat beberapa pertimbangan dalam menentukan pengembangan melalui CCA,seperti kebutuhan aset yang besar, perlunya tenaga ahli yang tepat, dan tingginya risiko kegagalan pengembangan harta tidak berwujud. Intinya, mengembangkan harta tidak berwujud secara mandiri belum tentu merupakan langkah yang rasional.
Di sisi lain, melalui kerja sama dengan pihak lain suatu harta tidak berwujud dapat dikembangkan dengan membagi risiko, berbagi tenaga ahli yang ada, serta adanya manfaat yang didapatkan melalui economics of scale atau penghematan biaya dan peningkatan efisiensi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, CCA merupakan pilihan yang layak dipertimbangkan dalam melakukan pengembangan harta tidak berwujud.
Definisi CCA
BERDASARKAN Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administration edisi Juli 2017 (OECD Guidelines) , CCA merupakan perjanjian antara perusahaan untuk berbagi kontribusi dan risiko terkait dengan kerja sama dalam mengembangkan, memproduksi atau mendapatkan harta tidak berwujud, harta berwujud, atau jasa. Lebih lanjut lagi, harta tidak berwujud, harta berwujud, atau jasa tersebut dapat memberikan manfaat atas masing-masing pihak yang terlibat dalam CCA.
Adapun ciri-ciri dari CCA menurut United Nations Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries 2017 (UN TP Manual) adalah sebagai berikut: (i) setidaknya terdiri dari dua pihak; (ii) pembagian biaya antara pihak berdasarkan manfaat yang diharapkan; (iii) tiap pihak harus memiliki ekspektasi manfaat yang wajar dalam mengikuti CCA (manfaat bersama);
Selanjutnya (iv) perincian dari pengaturan CCA didokumentasikan; (v) ketentuan kontrak CCA konsisten dengan penerapannya; dan(vi) terdapat ketentuan terhadap pihak yang ingin berhenti/keluar dari CCA (buy out) dan ketentuan terhadap pihak yang ingin bergabung ke dalam CCA (buy in).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa CCA merupakan kerja sama melalui perjanjian yang diatur oleh dua pihak atau lebih dalam mengembangkan, memproduksi atau mendapatkan harta tidak berwujud, harta berwujud atau jasa yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkontribusi di dalamnya.
Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam konsep CCA selanjutnya juga dijelaskan di dalam OECD Guidelines dan UN TP Manual. Kedua dokumen tersebut menegaskan dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu menentukan pihak yang termasuk sebagai pihak yang berkontribusi dalam CCA dan identifikasi atas kontribusi yang diberikan masing-masing pihak dalam suatu CCA.
Dengan kata lain, konsep ini menawarkan adanya kesetaraan antara manfaat yang didapatkan dengan ‘nilai’ yang telah dikontribusikan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam CCA. Secara sederhana, apabila suatu pihak dalam CCA berkontribusi melalui fungsi, aset dan risiko sebesar 70% atas pengembangan suatu harta tidak berwujud maka pihak tersebut berhak atas 70% bagian dari manfaat yang diharapkan. Kemudian, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengukur ‘nilai’kontribusi dari masing-masing pihak yang terlibat dalam CCA?
Dalam mengidentifikasi suatu kontribusi, kontribusi perlu dibagi menjadi dua jenis yaitu (i) kontribusi yang muncul atas penggunaan harta tidak berwujud dan/atau harta berwujud sebelum dimulainya CCA (kontribusi sebelum CCA) dan (ii) kontribusi yang diberikan pada saat CCA berlangsung (Verlinden dan Bakker, 2018).
Adapun perbedaan jenis kontribusi ini berkaca pada kondisi pihak independen yang akan memperhitungkan seluruh kontribusinya baik sebelum CCA dimulai sampai dengan CCA itu sendiri berlangsung.
Pada dasarnya, kontribusi dalam sebuah CCA dapat berbentuk uang, harta berwujud, harta tidak berwujud dan/jasa. Bentuk konkret dari kontribusi sebelum CCA dapat berupa penyediaan fasilitas penelitian, penyediaan know-how atau harta tidak berwujud yang sudah dipatenkan sebelumnya seperti desain dasar dari suatu produk tertentu dan penyediaan tenaga ahli.
Sementara, kontribusi yang diberikan pada saat CCA berlangsung dapat berupa kegiatan penelitian dan pengembangan khusus atas subjek CCA yang telah ditentukan sebelumnya. Kontribusi tersebut kemudian harus dapat diukur sebagai ‘nilai’ yang diciptakan oleh masing-masing pihak dalam menjalankan CCA.
Pengukuran Nilai Kontribusi
LANTAS, bagaimana mengukur nilai untuk kontribusi tersebut? Pada kontribusi yang muncul sebelum dimulainya CCA, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan metode valuasi.
Adapun metode pendekatan valuasi yang paling umum digunakan dalam menilai suatu harta tidak berwujud untuk tujuan laporan keuangan yaitu (i) pendekatan berdasarkan pasar, (ii) pendekatan berdasarkan biaya, (iii) pendekatan berdasarkan penghasilan dan (iv) berdasarkan pendekatan lainnya seperti metode pembagian laba dan metode laba bersih transaksional (Lagarden, 2014).
Ketika kontribusi sebelum CCA dapat dinilai berdasarkan valuasi, di sisi lain penilaian atas kontribusi yang diserahkan selama CCA berlangsung harus dinilai berdasarkan nilai wajar/nilai pasar.
Sebagai contoh, jika terdapat kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan atas subjek CCA yang ditentukan sebelumnya maka kontribusi dapat dinilai berdasarkan fungsi-fungsi yang dilakukan khusus pada kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut.
Misalnya pengambilan keputusan dan penanggung risiko atas keputusan yang telah diambil sebelumnya dan dinilai berdasarkan metode-metode yang tersedia pada prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Selain metode di atas, terdapat alternatif lainnya yang ditawarkan dalam mengukur nilai kontribusi masing-masing pihak, yaitu penilaian kontribusi berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan. Namun demikian, metode penilaian ini hanya dapat diterapkan dalam hal kontribusi diserahkan seluruhnya dalam bentuk uang (Feinschreiber, Kent 2014).
Ketika terdapat beragam harta tidak berwujud/harta berwujud yang terlibat dalam kontribusi CCA, metode penilaian ini dapat menghasilkan penilaian yang tidak sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Khusus jenis kontribusi sebelum CCA, OECD Guidelines dan UN TP Manual menawarkan alternatif bahwa pihak terlibat dapat menggunakan pendekatan ex-ante atau dengan kata lain menggunakan jumlah biaya yang harusnya ditanggung pada suatu harta tidak berwujud/harta berwujud tersebut (opportunity cost) untuk mengukur nilai kontribusi yang ada dengan catatan jumlah nilai harta tidak berwujud/harta berwujud tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Dengan berbagai kerumitan dalam identifikasi dan penilaiannya, tidak mengherankan jika regulasi transfer pricing atas CCA di beberapa negara cukup kompleks.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.