HUKUM PAJAK

Mencari Tahu Ketentuan Beban Pembuktian Pajak di Berbagai Negara

Hamida Amri Safarina | Selasa, 31 Maret 2020 | 18:00 WIB
Mencari Tahu Ketentuan Beban Pembuktian Pajak di Berbagai Negara

MATERI pembuktian menjadi salah satu hal krusial yang harus dipersiapkan dalam persidangan di pengadilan. Setiap orang yang berperkara di pengadilan harus menjalani serangkaian proses pembuktian untuk meyakinkan hakim atas dalil-dalil yang diungkapkannya.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, hakim dapat menilai argumen pihak mana yang kuat, dapat dipercaya, dan tepat. Selanjutnya, melalui serangkaian proses pembuktian dapat diketahui pihak mana yang bersalah. Setiap negara memiliki sistem pembuktian yang berbeda-beda.

Pertanyaannya, bagaimanakah ketentuan pembuktian di ranah perpajakan? Hal-hal mengenai pembuktian ini dibahas dengan apik dalam buku yang berjudul ‘The Burden of Proof in Tax Law’.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Buku tersebut merupakan kumpulan hasil dari pertemuan European Association of Tax Law Professors (EATLP) yang dilaksanakan pada Juni 2011. Terdapat 25 akademisi yang berkontribusi dalam penulisan buku ini.

Pada bagian awal buku, penulis mengajak para pembaca untuk memahami perbedaan sistem pembuktian di berbagai negara. Mulai dari jenis pembuktian, beban pembuktiaan, hingga nilai pembuktiannya.

Lebih lanjut, penulis mengajak para pembaca untuk mengulik satu persatu sistem pembuktian di berbagai negara. Adapun negara-negara yang dimaksud adalah Austria, Denmark, Finland, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Turki, dan Amerika Serikat.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Secara teori, beban pembuktian diberikan kepada wajib pajak atau otoritas pajak. Namun, pada praktiknya, pihak otoritas pajaklah yang berkewajiban untuk membuktikan kurang bayar pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Seperti di Jerman, Swedia, Belanda, Rusia, dan Spanyol, beban pembuktian diberikan kepada pihak yang paling mudah memperoleh informasi atas suatu fakta.

Kebijakan tersebut berbeda dengan Denmark, di mana pihak yang mendalilkan suatu peristiwa bertanggung jawab membuktikannya. Sementara itu, Finlandia mengatur bahwa beban pembuktian diberikan pada pihak yang memiliki konsekuensi terburuk atas suatu kasus.

Meskipun prinsip yang sama tidak diterapkan secara eksplisit di Prancis, Italia dan Turki, aturan yang diterapkan di negara ini menyatakan pihak yang ingin menegaskan hak-haknya harus memberikan bukti dan fakta.

Baca Juga:
Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Buku yang disunting oleh Gerard Meussen ini juga memaparkan aturan tingkat beban pembuktian (level of burden of proof) di berbagai negara.Secara keseluruhan, buku yang diterbitkan pada 2012 oleh IBFD sangat membantu pembaca untuk memahami ketentuan pembuktian di beberapa negara secara lengkap. Namun, terdapat beberapa informasi yang tidak diakomodasi oleh buku ini. Pertama, terkait dasar teori pembuktian belum dijelaskan secara komprehensif.

Buku ini kurang cocok dibaca untuk orang-orang yang baru belajar pembuktian di ranah hukum pajak. Struktur penulisannya tidak diawali dengan konsep dasar dan berbagai terminolog dalam pembuktian sehingga akan sulit dipahami oleh para pemula. Kedua, penulis belum menjelaskan isu permalahan terkait pembuktian yang dihadapi saat ini.

Apabila melihat konteks pembuktian sengketa pajak di Indonesia, sistem pembuktian sengketa pajak diatur dalam Pasal 76 Undang-undang Pengadilan Pajak. Berdasarkan pasal tersebut, Indonesia menganut sistem pembuktian bebas. Hakim diberikan kewenangan untuk menentukan apa yang harus dibuktikan dan kepada siapa beban pembuktian tersebut ditujukan.

Nah, tertarik membaca buku ini? Buku setebal 320 halaman ini cocok dibaca oleh para akademisi ataupun praktisi yang hendak mengetahui lebih lanjut mengenai ketentuan pembuktian di berbagai negara. Silakan baca bukunya secara gratis di DDTC Library!*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:45 WIB HUT KE-17 DDTC

Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja