Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Fatima Tria Anjani berfoto di Kantor Inland Revenue Authority of Singapore.
SESUAI revisi OECD TP Guidelines Chapter IV yang menjadi bagian dari BEPS Action Plan 8—10, marketing intangible dapat diartikan sebagai harta tidak berwujud yang membantu dalam kegiatan pemasaran pada suatu produk atau jasa. Harta tidak berwujud ini memiliki nilai promosi yang penting atas produk yang bersangkutan.
Diskusi mengenai marketing intangible ini juga menjadi salah satu materi yang dikupas dalam WU—TA Advanced Transfer Pricing Programme pada tanggal 30 September – 3 Oktober 2019 di Singapura. Penulis, Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Fatima Tria Anjani, menjadi salah satu profesional DDTC yang mengikuti program tersebut.
Mengacu pada konteksnya, marketing intangible dapat mencakup dan tidak terbatas pada merek dagang atau nama dagang yang membantu meningkatkan pemasaran dari barang dan jasa. Ada pula daftar pelanggan, saluran distribusi, nama yang unik, simbol atau gambar yang digunakan untuk membantu dalam pemasaran dan penjualan barang atau jasa kepada pelanggan.
Dengan demikian, konsep marketing intangible jauh lebih luas daripada advertising, marketing, and promotional (AMP) belaka. Aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam konteks marketing intangible adalah fungsi strategis atau signifikan yang terlibat dalam kegiatan pemasaran dan distribusi produk.
Aspek yang menjadi masalah adalah apakah licensor atau licensee dari merek dagang memiliki economical own yang sama sehingga dapat menentukan alokasi keuangan (laba atau rugi) antara kedua pihak tersebut dengan menerapkan metode transfer pricing yang tepat?
Baik OECD TP Guidelines maupun UN TP Model dengan jelas menyebutkan bahwa aset tidak berwujud – dalam konteks ini adalah marketing intangible – harus memiliki relevansi dalam konteks transfer pricing. Aset tidak berwujud tersebut harus bersifat unique atau non-routine dengan perusahaan pembanding yang dipilih sebagai tujuan dari analisis transfer pricing.
Analisis rantai pasokan global grup multinasional perlu menjadi titik awal untuk memastikan apakah selling entity dalam grup dapat dikatakan memiliki marketing intangible yang unik. Selling entity bisa diartikan sebagai suatu perusahaan yang memiliki hak untuk mengembangkan atau mengomersialkan produk atau dapat juga disebut licensee. (Lawinsider)
Skenario selling entity biasanya akan muncul dalam kasus produk bermerek yang tidak terlalu unggul dalam hal paten atau teknologi. Profitabilitasnya bergantung pada fungsi penjualan dan distribusi daripada fungsi-fungsi manufaktur dan penelitian dan pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh produsen.
Fungsi penjualan dan distribusi setidaknya sama pentingnya dengan fungsi manufaktur dan R&D. Salah satu contoh untuk menggambarkan situasi tersebut ada pada perusahaan farmasi yang menjual obat generik yang bermerek. (Rahul)
Obat generik bermerek merupakan produk farmasi yang tidak dijual bebas. Obat kelompok ini terjual melalui resep yang dibuat oleh dokter dan pihak rumah sakit. Dengan demikian, iklan untuk promosi penjualan tidak diperlukan karena sasaran konsumennya bukan konsumen pengguna akhir, yaitu pasien. Mereka menyasar dokter dan rumah sakit yang membuat resep.
Perusahaan yang dipercayakan untuk mendistribusikan produk-produk tersebut harus sangat fokus untuk menjangkau rumah sakit dan dokter melalui dealer, perwakilan medis, dan lain sebagainya melalui strategi penjualan yang unik.
Dengan bergantung pada keberhasilan penerapan strategi penjualan tersebut, perusahaan farmasi tertentu mungkin dapat mengumpulkan pangsa pasar yang jauh lebih besar sehubungan dengan jenis obat tertentu dibandingkan dengan obat serupa yang dijual oleh perusahaan pesaing.
Dalam kondisi tersebut, perusahaan terdahulu atau perusahaan besar dapat dikatakan telah menciptakan marketing intangible yang bersifat unique atau non-routine. Hal ini ada dalam bentuk jaringan distribusi dan dealer, hubungan dengan pelanggan seperti dokter dan rumah sakit, dan yang lain sebagainya yang dapat menghasilkan keuntungan lebih dibandingkan dengan para pesaingnya.
Dengan demikian, marketing intangible yang bersifat unik dapat dibuat bahkan dengan tanpa melakukan pengiklanan atau biaya pembangunan merek oleh perusahaan tersebut. Dalam kasus seperti itu, indikator keberadaan marketing intangible yang unik idealnya adalah berdasarkan keseluruhan biaya penjualan dan biaya administrasi umum (SG&A) yang berkaitan dengan distribusi, bukan hanya biaya AMP. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.