ANALISIS

Kenapa Rasio Pajak Kita Rendah?

Kamis, 09 Juni 2016 | 12:02 WIB
Kenapa Rasio Pajak Kita Rendah?

Willi Hastono Putro, peneliti Mandiri Institute

PENERIMAAN pajak gagal mencapai target adalah masalah rutin di Indonesia. Target yang berhasil dicapai terakhir kali terjadi pada 2008. Rasio pajak di Indonesia juga relatif rendah. Pada 2013, pembayaran pajak dari WP orang pribadi baru sekitar 25 juta dari sekitar 60 juta masyarakat yang seharusnya membayar.

Ini menunjukkan potensi penerimaan pajak di Indonesia sangat besar. Ternyata, Permasalahan serupa juga dialami oleh negara-negara lain. Menurut data tahun 2011, ada enam negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang rasio pajaknya di bawah 20% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dalam data tersebut, rasio pajak Indonesia cuma 11,8% terhadap PDB. Rasio itu sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara-negara Eropa. Pada 2011, menurut data Eurostat, negara-negara Eropa rata-rata memiliki rasio penerimaan pajak sebesar 38,8% terhadap PDB.

Faktor yang memengaruhi rasio pajak di negara berkembang adalah PDB per kapita, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB, keterbukaan perdagangan, dan korupsi (Gupta, 2007). Di luar itu, ada faktor tata kelola pemerintahan dan kontribusi industri terhadap PDB (Ajaz & Ahmad, 2010).

Di Asia Tenggara, faktor yang memengaruhi rasio pajak negara anggotanya terdiri atas tiga variabel utama, yakni basis pajak berupa PDB per kapita, inflasi, ekspor-impor, non-basis pajak berupa pemberantasan korupsi, dan struktur ekonomi berupa kualitas regulasi dan kontribusi pertanian.

Pada 2000-2001, faktor yang berpengaruh signifikan terhadap rasio pajak di 7 negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam adalah pengendalian korupsi, inflasi, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB, kontribusi ekspor-impor terhadap PDB, serta regulasi.

PDB per kapita tidak memberikan pengaruh yang signifikan di Asia Tenggara. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kemampuan negara-negara Asia Tenggara meningkatkan kapasitas penerimaan pajaknya. Ajaz dan Ahmad (2010) juga menemukan hasil serupa.

Sektor pertanian bahkan menunjukkan pengaruh negatif terhadap rasio pajak. Sebab, pekerjanya sebagian besar pekerja informal. Transaksi dan penyimpanan uang cenderung tidak menggunakan sistem perbankan. Pencatatan keuangannya pun masih sederhana, bahkan kadang tak dilakukan.

Namun, bukan berarti sektor pertanian harus dikurangi atau dihilangkan kontribusinya terhadap PDB. Solusinya justru mendorong sektor pertanian untuk melakukan pencatatan transaksi yang lebih bankable, karena karena kontribusinya terhadap PDB yang relatif besar.

Di Kamboja misalnya, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada 2011 mencapai 36,69%. Besarnya kontribusi itu dapat menjadi potensi yang menarik bagi penerimaan pajak. Kontribusi yang dominan juga terlihat di Indonesia dan Vietnam.

Ekspor dan impor juga berpengaruh positif terhadap rasio pajak. Barang dan jasa yang diperdagangkan antarnegara merupakan produk yang relatif mudah dipajaki. Peningkatan arus lalu lintas perdagangan antarnegara dapat menjadi potensi pajak yang dapat dioptimalkan pemerintah.

Karena itu, Asia Tenggara mungkin masih mengenakan pajak pada barang ekspor-impor, meski mereka dihadapkan dengan rezim perdagangan bebas. Jika tarif dihapuskan, basis pajak dari perdagangan luar negeri akan hilang. Meski kenaikan rasio pajak masih dimungkinkan melalui peningkatan pajak konsumsi.

Regulasi & Korupsi

Indeks kualitas regulasi, pendekatan yang biasa digunakan Bank Dunia untuk menilai kualitas regulasi, juga menunjukkan pengaruh positif terhadap rasio pajak. Hal ini dimungkinkan karena peningkatan kepercayaan sektor swasta terhadap pemerintah.

Peningkatan indeks pengendalian korupsi juga berdampak pada meningkatnya rasio pajak. Sejauh ini, upaya bersama negara Asia Tenggara sudah dilakukan secara formal. Pada 2005, parlemen negara Asia Tenggara membentuk South East Asia Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC).

Pertemuan diadakan setiap tahun untuk membahas pemberantasan korupsi. Pada 2013, pertemuan SEAPAC diadakan di Indonesia. Dari pertemuan itu, lahirlah Deklarasi Medan yang berkomitmen untuk tidak memberikan toleransi pada tindak korupsi.

Pemerintah negara-negara Asia Tenggara perlu meningkatkan upaya pemberantasan korupsi. Dengan cara itu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah diharapkan akan meningkat, yang sekaligus juga akan meningkatkan rasio pajaknya.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik :

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN