SETELAH memaparkan terkait tren tujuan penggunaan instrumen pajak dan jenis pajak yang dipilih oleh otoritas berbagai negara dalam menyikapi pandemi COVID-19, artikel analisis kali ini membahas keterkaitan antara jumlah penderita dan respons kebijakan yang dipilih.
Untuk diketahui, pola kebijakan juga dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran kerusakan (size of damage) yang disebabkan oleh wabah COVID-19. Berdasarkan perhitungan DDTC Fiscal Research, terdapat korelasi positif antara jumlah penduduk yang positif terjangkit wabah COVID-19 dengan jumlah instrumen pajak yang dilakukan oleh pemerintah.
Hasil pengolahan data yang dilakukan DDTC Fiscal Research menunjukkan negara dan yurisdiksi yang memiliki jumlah total kasus positif lebih tinggi cenderung menggunakan berbagai varian relaksasi pajak untuk merangsang ekonomi.
Di sisi lain, stimulus terbatas diberikan oleh negara atau yurisdiksi yang masih sedikit terjangkit wabah COVID-19. Kelompok negara-negara ini cenderung menggunakan instrumen administrasi dan kebijakan pengeluaran yang ekspansif untuk pencegahan persebaran wabah COVID-19 serta dukungan fiskal bagi sistem kesehatan.
Berdasarkan data yang dilansir dari Worldometers per tanggal 29 Maret 2020, Eropa merupakan salah satu kawasan yang paling terkena dampak, dengan jumlah kasus positif COVID-19 tertinggi sebesar 52,8% dari total kasus seluruh dunia (total analisis dari 112 negara). Jumlah respon kebijkan pajak yang diluncurkan sebanyak 160 instrumen dari 45 negara dan yurisdiksi kawasan Eropa yang diobservasi.
Kawasan Amerika juga mengalami lonjakan signifikan dalam jumlah kasus positif COVID-19. Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus positif tertinggi di dunia dengan jumlah sebesar 138.683 kasus. Sejumlah kebijakan yang berfokus pada pajak penghasilan banyak dilakukan oleh berbagai negara dan yurisdiksi di kawasan Amerika.
Kawasan Asia, yang notabene merupakan asal dari wabah COVID-19, memiliki instrumen pajak yang cukup besar sebanyak 387 instrumen dari 28 negara dan yurisdiksi yang diobservasi.
Berdasarkan penjabaran dalam bagian pertama dan bagian kedua analisis ini, ada beberapa poin utama yang dapat diambil. Pertama, setidaknya 151 negara dan yurisdiksi, sebanyak 112 negara dan yurisdiksi mengandalkan instrumen pajak untuk merespons dampak wabah COVID-19.
Kedua, stimulus PPh badan dan PPh pribadi merupakan instrumen pajak yang paling banyak digunakan yang penilaiannya bertujuan untuk meningkatkan arus kas sektor usaha dan rumah tangga, mendukung investasi dan pekerjaan. Tipologi serupa dapat diidentifikasi dari seluruh wilayah.
Ketiga, selain kebijakan pajak, fitur administrasi pajak seperti perpanjangan tenggat waktu pembayaran/pelaporan, penangguhan pembayaran, dan pemutihan denda/bunga juga banyak digunakan untuk meringankan beban wajib pembayar pajak.
Keempat, berdasarkan size of damage, terdapat korelasi positif antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah intrumen pajak yang dilakukan oleh pemerintah. negara dan yurisdiksi yang memiliki jumlah kasus COVID-19 yang lebih tinggi, cenderung menggunakan berbagai varian stimulus pajak untuk merangsang ekonomi.
Kelima, stimulus pajak dan fiskal lainnya berpeluang mengalami peningkatan, mengingat puncak wabah COVID-19 belum terjadi di sebagian besar negara dan yuriskdiksi. Para ilmuwan dari berbagai negara memperkirakan puncak kurva COVID-19 akan terjadi dalam rentang waktu hingga pertengahan April. *
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.