KEBIJAKAN PAJAK

Ini Resep IMF Soal Kebijakan Pajak pada Masa Pandemi Covid-19

Redaksi DDTCNews | Jumat, 16 Oktober 2020 | 10:02 WIB
Ini Resep IMF Soal Kebijakan Pajak pada Masa Pandemi Covid-19

Ilustrasi. (financialexpress.com)

JAKARTA, DDTCNews – International Monetary Fund (IMF), dalam laporan Fiscal Monitor edisi Oktober 2020, menyatakan pentingnya perubahan kebijakan pajak mengikuti perkembangan penanganan pandemi Covid-19.

IMF membagi rekomendasi kebijakan pajak ke dalam tiga fase waktu, yakni fase saat penularan masih terjadi di masyarakat, periode pembukaan kegiatan ekonomi secara bertahap, serta fase pascapandemi Covid-19.

"Pemerintah perlu melakukan tindakan pajak yang berbeda selama periode pandemi Covid-19," tulis IMF dalam laporan tersebut, dikutip pada Jumat (16/10/2020).

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Pada waktu penularan virus masih terjadi, kebijakan penangguhan pembayaran pajak yang bersifat sementara sangat dibutuhkan untuk melindungi arus kas rumah tangga dan perusahaan. Kebijakan ini juga sudah dilakukan oleh banyak negara.

Namun, menurut IMF, Kebijakan tersebut perlu dimodifikasi pada saat kegiatan ekonomi mulai dibuka secara bertahap. Relaksasi pembayaran pajak harus lebih selektif tergantung kondisi actual wajib pajak, perkembangan pandemi, dan kekuatan pemulihan ekonomi.

Selanjutnya, pada periode pascapandemi Covid-19, kebijakan penangguhan pembayaran pajak tidak lagi diperlukan. Kebijakan ini bisa menjadi bagian dari kebijakan pemerintah untuk melakukan restrukturisasi utang pelaku usaha.

Baca Juga:
Penduduk Mulai Menua, Thailand Kembali Dorong Reformasi Sistem Pajak

Kebijakan pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh), baik orang pribadi maupun badan, pada masa penyebaran virus masih berlangsung justru tidak diperlukan karena bukan kebutuhan prioritas pelaku usaha. Pada periode kegiatan ekonomi mulai dibuka, kebijakan pemangkasan tarif juga tidak menjadi rekomendasi IMF.

Pasalnya, kebijakan pemangkasan tarif PPh OP atau badan justru cenderung menguntungkan perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari pandemi Covid-19.

Korporasi atau individu yang mendapatkan keuntungan dari pandemi juga cenderung untuk menghabiskan pendapatan tambahan yang diperoleh pada masa pandemi. Pada periode pascapandemi, pemangkasan tarif baru bisa menjadi pertimbangan untuk diterapkan pemerintah.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

"Pada pemulihan ekonomi pascapandemi kebijakan pemotongan pajak bisa menjadi bagian dari paket stimulus dan harus melihat ruang fiskal yang tersedia. Kebijakan ini dapat memberikan efek yang kuat jika ditargetkan kepada rumah tangga yang memiliki keterbatasan uang," terang IMF.

Sementara itu, insentif kompensasi atas kerugian yang dibawa ke masa pajak sebelumnya (carry back) maupun masa pajak mendatang (carry forward) pada saat penyebaran virus masih terjadi juga belum diperlukan wajib pajak. Insentif ini dapat dipertimbangkan saat kegiatan ekonomi mulai dibuka dan pascapandemi untuk membantu pelaku usaha melanjutkan aktivitas bisnis.

Kemudian, penerapan pajak progresif pada masa penyebaran virus dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Hal ini terutama saat pembiayaan terbatas dan berlaku untuk periode kegiatan ekonomi mulai dibuka secara bertahap. Pada fase pemulihan pascapandemi, penerapan pajak progresif direkomendasikan.

"Pilihan instrumen pajak progresif pascapandemi harus sesuai dengan regulasi perpajakan yang baik dan memastikan perusahaan yang mendapat untung membayar pajak dengan adil untuk membantu pemerintah melakukan belanja. Kebijakan ini dapat meredakan ketegangan sosial,” jelas IMF. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN