PRANCIS

Ini Catatan Negara Berkembang Soal Proposal Pajak Digital OECD

Muhamad Wildan | Senin, 13 Juli 2020 | 19:15 WIB
Ini Catatan Negara Berkembang Soal Proposal Pajak Digital OECD

Kantor pusat OECD di Paris, Prancis. (Foto: oecd.org)

PARIS, DDTCNews—Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis laporan yang berisikan perspektif negara berkembang terhadap proposal pemajakan pajak digital melalui pendekatan Pilar Satu dan Pilar Dua.

Perspektif negara berkembang terhadap proposal pemajakan ekonomi digital itu tertuang dalam laporan OECD berjudul ‘Tax Co-operation for Development: Progress Report’ yang dipublikasikan pada 9 Juli 2020.

Dalam laporan tersebut, OECD mencatat negara berkembang mendukung diterapkannya suatu mekanisme untuk memajaki perusahaan digital yang beroperasi di yurisdiksinya tanpa adanya kehadiran fisik.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Meski begitu, terdapat isu-isu teknis yang menjadi kekhawatiran bagi negara berkembang. Misal, negara berkembang khawatir dengan kompleksitas mekanisme pengenaan pajak atas perusahaan digital multinasional.

"Beberapa negara berkembang juga mengkhawatirkan adanya kesulitan dalam memverifikasi informasi keuangan dari perusahaan digital multinasional," tulis OECD sebagaimana dikutip Senin (13/7/2020).

Selain itu, negara-negara berkembang terutama negara berpenghasilan rendah juga khawatir pengalokasian laba kepada yurisdiksi market ini tidak memiliki dampak signifikan terhadap penerimaan pajak.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Negara berkembang juga khawatir tidak bisa mengumpulkan pajak dari perusahaan digital multinasional karena rendahnya jumlah konsumen lokal, padahal kehadiran ekonomi dari perusahaan digital di suatu negara bisa jadi tergolong signifikan.

Mayoritas negara berkembang juga menolak arbitrase yang mengikat dan wajib, tetapi masih terbuka dengan opsi mekanisme penyelesaian sengketa pajak lainnya. Ini juga dikarenakan rendahnya kapasitas otoritas pajak negara berkembang dalam menghadapi sengketa.

Selain itu, beberapa negara berkembang mengusulkan cakupan usaha yang bisa dikenai pajak sesuai dengan Pillar 1 agar diperluas dan tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan digital multinasional yang berorientasi konsumen.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Meski demikian, OECD mencatat banyak negara berkembang sepakat perlakuan pajak bagi industri ekstraktif tidak perlu tercakup dalam Pilar Satu.

Terkait dengan Pilar Dua, negara berkembang khawatir tarif pajak minimum atas korporasi multinasional bakal membatasi kemampuan negara berkembang untuk memberikan insentif atas kegiatan investasi.

“Negara berkembang dengan tarif pajak penghasilan (PPh) badan tinggi mempertanyakan apakah Pilar Dua akan efektif mengurangi praktik profit shifting, apalagi jika tarif pajak minimum yang disepakati ternyata tidak tinggi," tulis OECD.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya