INGGRIS

Inggris Lanjutkan Pengenaan Windfall Tax Migas Hingga 2029

Muhamad Wildan | Jumat, 08 Maret 2024 | 14:00 WIB
Inggris Lanjutkan Pengenaan Windfall Tax Migas Hingga 2029

Ilustrasi. 

LONDON, DDTCNews - Inggris memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu pemberlakuan windfall tax atas sektor minyak dan gas (migas) selama setahun.

Dalam pidato penyampaian Spring Budget 2024, Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt mengatakan windfall tax atau energy profit levy diputuskan berlaku hingga Maret 2029.

"Kami memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku energy profit levy untuk 1 tahun hingga 2029 guna mengumpulkan tambahan penerimaan senilai £1,5 miliar," ujar Hunt dalam pidatonya, dikutip Jumat (8/3/2024).

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Menurut Hunt, harga komoditas energi akan terjaga pada level yang tinggi untuk beberapa tahun ke depan akibat perang Ukraina-Rusia. Berkaca pada hal tersebut, energy profit levy perlu dikenakan untuk menangkap potensi dari windfall profit yang diterima sektor migas.

Meski diberlakukan hingga Maret 2029, Hunt mengatakan pihaknya akan menyiapkan regulasi khusus yang menjadi landasan untuk menghentikan pemungutan windfall tax sebelum Maret 2029 bila harga migas turun.

Merespons perpanjangan jangka waktu pemberlakuan windfall tax tersebut, Offshore Energies UK mengungkapkan kebijakan pemerintah Inggris berpotensi menghambat penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan investasi.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

"Industri migas dikenai pajak atas windfall profit yang sesungguhnya sudah tidak ada lagi," ujar Chief Executive Offshore Energies UK David Whitehouse.

Offshore Energies UK berpandangan harga gas saat ini sudah lebih rendah bila dibandingkan harga sebelum perang di Ukraina. Oleh karena itu, Whitehouse berpandangan windfall tax seyogianya tidak perlu dikenakan.

Whitehouse juga menyoroti perubahan kebijakan fiskal untuk keempat kalinya dalam waktu 2 tahun terakhir. Instabilitas kebijakan ini membuat perusahaan tidak mampu merencanakan investasi untuk mendukung transisi energi. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor