THE Law Review menerbitkan edisi ketiga dari buku Transfer Pricing Law Review pada Juli 2019. Dalam edisi kali ini, ada pembahasan rezim transfer pricing dari 25 negara, bertambah dari edisi sebelumnya 23 negara. Adapun negara yang baru masuk adalah Nigeria dan Spanyol.
Rezim transfer pricing di Indonesia masih menjadi salah satu bahasan dalam buku tersebut. Dalam edisi kali ini, pembahasan mengenai Indonesia masih dipercayakan kepada pakar transfer pricing dari DDTC, yaitu Partner of Transfer Pricing Services Romi Irawan dan Senior Manager of International Tax / Transfer Pricing Services Yusuf Wangko Ngantung.
Dalam Chapter 10, Romi dan Yusuf mengawali pembahasan rezim transfer pricing di Indonesia dengan perkembangan dasar hukum yang sudah dirilis oleh pemerintah. Mereka menyebut Indonesia telah secara aktif mengubah regulasi mengenai transfer pricing agar sejalan dengan Rencana Aksi BEPS OECD.
Berbagai perubahan besar yang diadopsi oleh Ditjen Pajak (DJP), termasuk persyaratan transfer pricing documentation (TP Doc), memberi kesempatan bagi wajib pajak mengungkapkan kebijakan transfer pricing yang dianut untuk meminimalkan sengketa TP pada saat diaudit.
Dalam buku ini, ada pemaparan mengenai fokus DJP dalam pendekatan audit pajak terhadap kebijakan inter-company pricing. Artinya, DJP tidak lagi hanya berkutat pada pengujian prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s-length principle).
Romi dan Yusuf juga memaparkan tren tingginya jumlah audit pajak di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, ada perkembangan positif dari sisi Advance Pricing Agreement (APA) untuk menghindari dan menyelesaikan sengketa.
Steve Edge dan Dominic Robertson, editor buku ini, mengatakan Transfer Pricing Law Review dimaksudkan untuk memberi pembaca sebuah ikhtisar tingkat tinggi mengenai aturan transfer pricing. Setiap bab dalam buku ini merangkum regulasi transfer pricing yang substansif di tiap negara.
Setiap bab dalam buku ini memberikan bahasan terkait sengketa penetapan transfer pricing, mulai dari pengawasan awal hingga litigasi. Interaksi antara transfer pricing dan bagian lain dalam aturan pajak (seperti upaya pencegahan pajak berganda) juga menjadi bahasan.
Seperti yang sudah disampaikan dalam edisi sebelumnya, regulasi transfer pricing masih akan terus menjadi prioritas utama dalam agenda pajak korporasi dalam beberapa tahun mendatang. Perkembangan akan berlangsung cepat. Setidaknya, ada tiga area yang diproyeksi menjadi bahasan selama setahun ke depan.
Pertama, akan ada lebih banyak negara yang mengadopsi rekomendasi Rencana Aksi 8—10 BEPS OECD. Adopsi akan lebih banyak mengaitkan dengan nilai significant people functions daripada alokasi risiko modal atau kontrak.
Kedua, Komisi Eropa terus menggunakan kekuatan bantuan negara (state-aid) untuk mendorong agenda transfer pricing. Banyak kasus bantuan negara dalam transfer pricing profil tinggi (seperti Apple, Amazon, dan lainnya) yang akan berujung di Pengadilan Umum Uni Eropa.
Ketiga, perpajakan digital terus mendominasi perdebatan transfer pricing. Beberapa negara telah mengumumkan aksi unilateralnya dalam merespons ekonomi digital. OECD juga telah menyodorkan usulan terkait pemajakan ekonomi digital. Beberapa langkah yang diusulkan jelas menyimpang dari standar yang ditentukan the arm’s-length standard.
The Law Reviews merupakan penerbit dari Inggris yang berkomitmen dalam memberikan tinjauan hukum bisnis di berbagai negara. Berbagai isu mulai dari hukum investasi, restrukturisasi usaha, hingga kompetisi usaha sudah dituangkan dalam buku.
Buku ini menelaah rezim transfer pricing di 25 negara yang berasal dari kawasan yang berbeda, yaitu Amerika, Asia, Eropa. Buku ini juga memberikan potret baik di negara maju dan berkembang yang akhirnya memberikan paduan yang menarik tentang konsistensi penerapan arm’s length principle.
Cakupan yang beragam tersebut juga menggambarkan berbagai variasi aspek prosedur kepatuhan dalam konteks transfer pricing, mulai dari dokumentasi, pemeriksaan, secondary adjustment, hingga sanksi. Terdapat 54 kontributor yang mumpuni yang terlibat.
Romi Irawan dan Yusuf Wangko Ngantung bersanding dengan nama-nama besar lainnya, seperti Mukesh Butani (India), Bas de Mik (Belanda), dan sebagainya.
Buku ini sangat berguna tidak hanya bagi praktisi, dunia usaha dan akademisi, tapi juga bagi pembuat kebijakan di Indonesia. Informasi mengenai perbandingan ketentuan transfer pricing di berbagai negara bisa dijadikan suatu benchmark bagi desain ketentuan di Indonesia.
Bagaimana, tertarik membaca buku ini? Anda bisa berkunjung ke DDTC Library. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.