BERITA PAJAK HARI INI

DJP Tegaskan Pemanfaatan Insentif Pajak Bukan Penentu Pemeriksaan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 September 2021 | 08:22 WIB
DJP Tegaskan Pemanfaatan Insentif Pajak Bukan Penentu Pemeriksaan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pemanfaatan insentif bukanlah faktor penentu pemeriksaan terhadap wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/9/2021).

Kepala Seksi Peraturan PPh Badan II Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Dwi Setyobudi mengatakan pemeriksaan dilakukan berdasarkan sejumlah faktor lain. Salah satunya jika wajib pajak mengaku rugi secara terus-menerus.

“Ini selalu kami tekankan kepada dunia usaha. [Pemanfaatan] insentif tidak mengakibatkan pemeriksaan," ujar Dwi.

Baca Juga:
Cara Laporkan SPT Pajak Daerah atas Jasa Kesenian dan Hiburan di DKI

Dalam pemeriksaan, DJP akan menggunakan skema berjenjang melalui tim audit. Otoritas juga memanfaatkan compliance risk management (CRM) sehingga bisa mengidentifikasi secara akurat risiko kepatuhan wajib pajak dari berbagai faktor, bukan pemanfaatan insentif pajak.

Selain mengenai pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan usulan International Monetary Fund (IMF) agar Indonesia menerapkan pendekatan self-assessment untuk menentukan pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

DJP Beri Kepercayaan kepada Wajib Pajak

Kepala Seksi Peraturan PPh Badan II Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Dwi Setyobudi mengatakan DJP berkomitmen untuk memberikan kepercayaan lebih besar terhadap wajib pajak yang mengajukan permohonan pemanfaatan insentif.

Baca Juga:
Ada 9 Jenis Pajak Daerah di Kota Palu, Simak Daftar Lengkapnya

"Kita ada paradigma baru, yakni trust and verify. Artinya, kami memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk mencantumkan biaya-biayanya [saat ingin mendapatkan insentif supertax deduction], tidak diperiksa di awal," ujar Dwi. (DDTCNews)

Pemungut PPN PMSE

Dalam laporan terbaru berjudul Digitalization and Taxation in Asia, IMF berpendapat penunjukan pemungut PPN PMSE secara bertahap berisiko menimbulkan distorsi antara perusahaan yang tercakup dan yang belum tercakup dalam daftar.

Secara jangka panjang, IMF memandang pendekatan self-assessment adalah langkah yang lebih tepat bila dibandingkan dengan skema penunjukan pemungut PPN PMSE. Simak ‘IMF Beri Catatan Khusus Soal PPN Digital Indonesia, Apa Saja?’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Mulai 2025, Provinsi-Kabupaten/Kota Tagih Pajak Kendaraan Bersama-sama

Usulan IMF Perlu Dipertimbangkan

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menilai usulan IMF terkait dengan pemungut PPN PMSE perlu dipertimbangkan. Dengan suatu kewajiban dalam kerangka self-assessment, jumlah pemungut PPN PMSE akan bertambah. Kemudian, ada beberapa pertimbangan lain yang mendukung.

Pertama, Indonesia juga telah menerapkan simplified registration dan collection regime yang baik sesuai dengan rekomendasi OECD dalam pemungutan PPN digital. Dengan demikian, penerapan self-assessment system seharusnya tidak menjadi tantangan berarti.

Kedua, adanya klausul bantuan penagihan pajak lintas yurisdiksi dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta klausul pemutusan akses dalam Perpu 1/2020 akan memungkinkan penegakan hukum dalam skema self-assessment.

Baca Juga:
Coretax DJP Mungkinkan Cabang untuk Bikin Bukti Potong PPh

Ketiga, dalam catatan DDTC Fiscal Research, 40 dari 48 negara yang telah menerapkan hingga 2020 telah menganut skema self-assessment. (Bisnis Indonesia)

Proposal Pilar 1

IMF menyebut pengenaan pajak korporasi multinasional yang diusulkan dalam proposal Pilar 1 OECD berpotensi menggerus atau mengurangi penerimaan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Negara berkembang seperti India, Indonesia, dan Malaysia bisa kehilangan penerimaan sebesar 0,01% dari PDB atau mendapatkan tambahan penerimaan yang cenderung minim," tulis IMF dalam Digitalization and Taxation in Asia. Simak ‘IMF: Proposal OECD Pilar 1 Bisa Gerus Penerimaan Negara Berkembang’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Danai Program Pensiun, Negara Ini Bakal Naikkan Tarif PPN

Penerimaan Cukai MMEA

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan tren penerimaan cukai minuman mengandung etil alcohol (MMEA) biasanya selalu naik setiap tahun. Namun, pada 2020, penerimaan terkontraksi karena terdampak pandemic dan molornya kuota impor minuman beralkohol dari Kementerian Perdagangan.

"Tampaknya di tahun 2021 ini ada tendensi kenaikan lagi sesuai dengan penetapan volume yang lebih cepat oleh menteri perdagangan," katanya. (DDTCNews)

Mayoritas Fraksi Dukung Pengenaan PPh Minimum

Mayoritas fraksi di DPR mendukung inisiasi pemerintah untuk menerapkan alternative minimum tax (AMT). Dukungan itu disampaikan dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU KUP. Sebanyak 8 fraksi mendukung.

Baca Juga:
Pajak Turis Diprioritaskan untuk Wisatawan yang Datang dengan Pesawat

Usulan pengenaan AMT berupa PPh minimum 1% dari penghasilan bruto masuk. Dalam usulan pemerintah, AMT akan dikenakan terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau memiliki PPh terutang kurang dari 1% dari penghasilan bruto. (Kontan)

Obligasi Pemerintah

Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko melaporkan volume pemesanan sukuk ritel seri SR015 pada masa penawaran 20 Agustus 2021 hingga 15 September 2021 tercatat mencapai Rp27 triliun. Nilai itu menjadi penjualan tertinggi sepanjang sejarah penerbitan SBN ritel melalui platform e-SBN.

"Besarnya minat investor pada SR015 di tengah kondisi ketidakpastian karena pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa instrumen yang diterbitkan pemerintah menjadi pilihan investasi yang tepat karena sifatnya yang aman dan likuid," tulis DJPPR dalam keterangan resminya.

Baca Juga:
Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik

Tingginya penawaran terjadi setelah pemerintah memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) final bunga obligasi yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri dari 15% menjadi 10%. Penurunan tarif melalui PP 9/2021 ini berlaku sejak 30 Agustus 2021. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Meterai Elektronik

Perum Percetakan Uang RI (Peruri) resmi meluncurkan meterai elektronik (e-meterai) dan surat elektronik terintegrasi pada akhir pekan lalu. Produk hasil kerja sama dengan PT Telkom Indonesia Tbk ini memperluas akses transaksi keuangan digital di Tanah Air.

Uji coba penggunaan meterai elektronik dimulai dengan kick off piloting implementasi meterai elektronik. Rencananya uji coba dilakukan di lingkungan TelkomGroup dan Himpunan Bank Negara (Himbara), yaitu BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Laporkan SPT Pajak Daerah atas Jasa Kesenian dan Hiburan di DKI

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:00 WIB KOTA PALU

Ada 9 Jenis Pajak Daerah di Kota Palu, Simak Daftar Lengkapnya

Kamis, 24 Oktober 2024 | 17:30 WIB PROVINSI GORONTALO

Mulai 2025, Provinsi-Kabupaten/Kota Tagih Pajak Kendaraan Bersama-sama

Kamis, 24 Oktober 2024 | 17:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP Mungkinkan Cabang untuk Bikin Bukti Potong PPh

BERITA PILIHAN
Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Laporkan SPT Pajak Daerah atas Jasa Kesenian dan Hiburan di DKI

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:00 WIB KOTA PALU

Ada 9 Jenis Pajak Daerah di Kota Palu, Simak Daftar Lengkapnya

Kamis, 24 Oktober 2024 | 17:30 WIB PROVINSI GORONTALO

Mulai 2025, Provinsi-Kabupaten/Kota Tagih Pajak Kendaraan Bersama-sama

Kamis, 24 Oktober 2024 | 17:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP Mungkinkan Cabang untuk Bikin Bukti Potong PPh

Kamis, 24 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Target Swasembada Energi di Era Prabowo, Apa Strateginya?

Kamis, 24 Oktober 2024 | 16:00 WIB SWISS

Danai Program Pensiun, Negara Ini Bakal Naikkan Tarif PPN

Kamis, 24 Oktober 2024 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Eksportir Sawit, Ada Henti Layanan INATRADE Jelang Permendag 26/2024

Kamis, 24 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Masuk Tahap ke-14, Kantor Bea Cukai Terapkan secara Penuh CEISA 4.0

Kamis, 24 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN Mestinya Naik Jadi 12%, DPR Minta Tunggu Ekonomi Membaik