LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2019

Cooperative Compliance dengan Simplifikasi Sistem Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Jumat, 24 Januari 2020 | 16:25 WIB
Cooperative Compliance dengan Simplifikasi Sistem Perpajakan
Joshua Ivan Winaldy Simanungkalit
Sragen
, Jawa Tengah

SELAMA 10 tahun terakhir, kinerja penerimaan pajak di Indonesia tidak optimal mengimbangi potensi penerimaan yang ada. Menurut Fenochietto dan Pessino (2013), pada 2011 Indonesia hanya mampu mencapai 43% dari potensi penerimaan pajaknya.

Elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan penerimaan pajak hanya 0,8%. Artinya setiap 1% pertumbuhan ekonomi diikuti 0,8% pertumbuhan penerimaan pajak. Potensi penerimaan pajak yang dicerminkan pertumbuhan ekonomi ini tidak selaras dengan capaian kinerja pajak.

Berdasarkan data Bank Dunia, tax ratio Indonesia yang 11,5% (2018) di bawah rata-rata dunia dengan kisaran 15% dan negara bepenghasilan menengah ke bawah lain 12,5%. Kondisi ini membuat otoritas pajak harus memperbaiki kinerjanya, salah satunya melalui aspek kepatuhan wajib pajak (WP).

Pada era globalisasi ini, mulai berkembang berbagai konsepsi dan paradigma kepatuhan pajak. Salah satunya adalah kepatuhan kooperatif, yaitu konsep kepatuhan WP yang mulai menjadi sorotan bagi otoritas pajak berbagai belahan dunia.

Kepatuhan kooperatif adalah kerangka baru kepatuhan WP yang berbasis enhanced relationship yang mensyaratkan hubungan yang dibangun atas transparansi, keterbukaan, saling percaya, dan saling memahami antara WP, otoritas pajak, dan konsultan pajak (Veldhuizen,2015),

Selaras dengan itu, Ditjen Pajak (DJP) kini mengembangkan alat manajemen risiko kepatuhan atau Compliance Risk Management (CRM). Alat ini dapat mengklasifikasikan indikator kepatuhan WP sehingga membantu DJP dalam menjalankan tugasnya.

Tuntutan membangun cooperative compliance sekaligus juga merupakan upaya pembentukan good governance di Indonesia. Adanya transparansi dalam birokrasi dan hubungannya dengan pemangku kepentingan merupakan langkah yang dibutuhkan DJP dan WP.

Penyederhanaan proses bisnis perpajakan merupakan langkah strategis yang dapat ditempuh DJP untuk membangun cooperative compliance. Dengan simplifikasi sistem perpajakan, hal ini akan memberikan energi positif terhadap persepsi masyarakat pada DJP.

Hal ini selaras dengan visi kampanye 2019–2024 Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi dan Ma’aruf Amin, yaitu mereformasi birokrasi baik secara struktural organisasi maupun kinerjanya dalam rangka penyederhanaan dan perbaikan pemerintahan.

Perlu Tiga Hal
DALAM menerapkan simplifikasi sistem perpajakan, paling tidak diperlukan tiga hal utama yang harus disiapkan. Pertama, menegaskan konsep hubungan DJP dan WP sebagai ikatan profesionalisme yang berintegritas melalui regulasi perpajakan yang pasti.

Selain UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan Kode Etik Pegawai DJP, diperlukan payung hukum yang jelas untuk mengatur implementasi hubungan DJP dan WP yang semakin canggih dan meluas di era digitalisasi ini.

Pemanfaatan sistem pajak dan piranti berteknologi tinggi seperti Core Tax Systems dan CRM, alat komunikasi seperti video conference, aplikasi online layanan pajak dan sebagainya, perlu memiliki regulasi, sehingga mencegah perspektif buruk dari hubungan DJP-WP yang saling merugikan.

Kedua, menjadikan aspek transparansi, efisiensi waktu, ketepatan, dan kepastian proses bisnis sebagai pilar simplifikasi sistem pajak. Prinsip ini bisa diwujudkan dengan memanfaatkan pembaruan standard operating procedure pada berbagai layanan yang berhubungan dengan WP.

Ketiga, memperhatikan isu terkini dalam perbaikan hubungan DJP dan WP. Ketika DJP berhubungan dengan WP berkebutuhan khusus seperti tuli dan buta huruf tanpa memandang derajat WP tersebut merupakan upaya yang bisa dilakukan untuk menciptakan iklim relasi yang ramah dan profesional.

Apabila seluruh jajaran DJP dapat memahami dan mempraktikkan bahasa isyarat serta mampu melayani WP tanpa pandang bulu itu, maka hal tersebut akan menumbuhkan perspektif positif, rasa kepedulian, hingga kepercayaan sekaligus mendorong cooperative compliance.

Hubungan DJP dan WP akan selalu berkembang di masa depan. Karena itu, perlu kesadaran nyata sedini mungkin untuk melakukan perubahan dan terobosan layaknya simplifikasi sistem perpajakan yang sederhana, lincah, dan akuntabel, demi mewujudkan perpajakan Indonesia yang lebih baik.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 09:45 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Memunculkan Fitur Transparansi Pajak di Platform Online Terintegrasi

Jumat, 04 Oktober 2024 | 17:15 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menyusun Strategi Jangka Pendek hingga Panjang Peningkatan Tax Ratio

Jumat, 04 Oktober 2024 | 13:48 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Menggagas Pajak Produk Rekayasa Genetika di Indonesia

Jumat, 04 Oktober 2024 | 11:19 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Urgensi Penggunaan Pajak untuk Promosi Kesehatan di Indonesia

BERITA PILIHAN