LAPORAN DDTC DARI MUMBAI

CbCR: Solusi atau Potensi Sengketa?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 09 Desember 2016 | 18:20 WIB
CbCR: Solusi atau Potensi Sengketa?

PADA 1 hingga 3 Desember 2016, Foundation for International Taxation (FIT) India bekerja sama dengan International Bureau Fiscal Documentation (IBFD) mengadakan International Taxation Conference dengan tema ‘BEPS and Beyond BEPS: A Year Later’. Dari Indonesia, DDTC yang diwakili B. Bawono Kristiaji menjadi salah satu pembicara di konferensi tersebut. Berikut laporannya:

Salah satu standar minimum yang harus diimplementasikan dari Proyek Anti-BEPS adalah Rencana Aksi 13 mengenai format baru dokumentasi transfer pricing (TP Doc). Di masa yang akan datang, perusahaan multinasional tidak hanya memberikan dokumentasi atas kewajaran transaksi hubungan istimewa yang dilakukannya saja.

Ada pula master file documentation yang memaparkan gambaran umum bisnis perusahaan multinasional serta Country by Country Reporting (CbCR) yang berisi tentang indikator keuangan, pembayaran pajak, hingga fungsi yang dijalankan dari setiap entitas yang berada dalam pelaporan konsolidasi grup. CbCR bisa diperoleh melalui skema pertukaran informasi antarotoritas pajak.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Risiko Sengketa Transfer Pricing

“Adanya format CbCR dapat membantu otoritas pajak untuk lebih mudah melakukan penilaian risiko sekaligus bahan pendukung pada saat audit!” ungkap panelis dalam sesi mengenai CbCR dan pertukaran informasi.

Akan tetapi, hal tersebut menggiring kepada pertanyaan berikutnya: apakah CbCR justru akan semakin menambah atau mengurangi sengketa?

Baca Juga:
Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Menurut Partner Research & Training dari DDTC, Indonesia Bawono Kristiaji Rencana Aksi 13 menyebutkan bahwa informasi dalam CbCR dipergunakan terutama untuk menelusuri risiko atas manipulasi transfer pricing maupun skema BEPS lainnya.

Informasi tersebut seharusnya bukan dijadikan dasar untuk melakukan koreksi (transfer pricing adjustment).

Sesungguhnya yang terpenting adalah melihat bagaimana reaksi otoritas pajak atas informasi yang biasanya tidak bisa diperoleh dalam format TP Doc .

Baca Juga:
Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

“Ditakutkan terdapat penggunaan perspektif yang berlebihan atas apa yang disebut ‘fair share allocation’. Data tersebut justru menjadi godaan untuk dilakukannya koreksi dan cenderung berujung pada sengketa,” ujarnya.

Hak-hak Wajib Pajak Kian Terlupakan?

Hak-hak wajib pajak merupakan suatu koridor hukum yang mengatur bagaimana interaksi antara wajib pajak dengan otoritas pajak agar prinsip-prinsip pemungutan pajak dilaksanakan dengan baik. Dengan atau tanpa adanya CbCR, pelanggaran atas hak-hak wajib pajak merupakan persoalan yang kerap terjadi di negara berkembang.

Baca Juga:
Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

Terlebih ketika bicara mengenai sengketa transfer pricing yang cenderung bicara tentang sengketa fakta. Di lapangan seringkali pengabaian atas upaya memahami bisnis dari perusahaan multinasional.

Selain itu, tidak ada perlindungan atas suatu permintaan yang tidak beralasan (protection from unreasonable demand) dari otoritas pajak, misalkan atas informasi yang tidak bisa diakses oleh wajib pajak. Terutama pada proses audit.

Selain itu, jumlah sengketa yang tinggi tidak diimbangi dengan upaya penyelesaian yang efektif dan efisien. Padahal kepastian hukum adalah salah satu hak wajib pajak yang paling mendasar.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Rabu, 18 Desember 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:15 WIB LITERATUR PAJAK

Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra