Tax Expert CEO Office DDTC Atika Ritmelina (keenam dari kanan), Human Capital Lead DDTC Adinda Nur Larasati (ketujuh dari kanan), dan anggota Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI).
JAKARTA, DDTCNews - Studi Profesionalisme Akuntan (SPA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengunjungi Menara DDTC untuk berdiskusi terkait dengan transfer pricing, Jumat (16/6/2023).
Kehadiran 18 mahasiswa anggota SPA FEB UI di Menara DDTC disambut oleh Adinda Nur Larasati selaku Human Capital Lead DDTC. Acara ini juga menghadirkan Tax Expert CEO Office DDTC Atika Ritmelina sebagai narasumber dalam diskusi yang bertajuk Understanding Transfer Pricing and Its Tax Implication in Indonesia: Is It Always a Dispute?.
"Transfer pricing menjadi topik di bidang perpajakan yang banyak diperbincangkan. Agenda ini diharapkan bisa menjadi wadah bagi anggota SPA FEB UI dalam memahami isu-isu transfer pricing terkini," ujar Adinda.
Dalam penyampaian materinya, Atika mengatakan transfer pricing sesungguhnya memiliki makna netral. Atika menerangkan transfer pricing memiliki makna yang netral bila penetapan harga atas transaksi perusahaan terafiliasi dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi beban dan memaksimalkan laba.
Pemaknaan negatif timbul bila transfer pricing digunakan untuk mengalihkan laba dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi suaka pajak. Praktik ini dikenal sebagai transfer mispricing.
Dalam praktik transfer mispricing, harga atas transaksi afiliasi ditetapkan lebih rendah dari harga pasar atau harga pada transaksi pihak ketiga yang sebanding dalam rangka melakukan tax avoidance.
Pada level global, OECD dan negara-negara anggota G-20 telah mengembangkan standar pajak internasional untuk menangkal praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba perusahaan multinasional (base erosion and profit shifting/BEPS). Standar yang dimaksud adalah BEPS Action Plan yang terdiri dari 15 action plan.
Melalui BEPS Action Plan 13, grup perusahaan multinasional diwajibkan untuk menyiapkan transfer pricing documentation (TPDoc). Dalam TPDoc tersebut, perusahaan multinasional memiliki kewajiban untuk mendokumentasikan seluruh transaksi afiliasinya. Tujuannya, membuktikan bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle).
Di Indonesia, perusahaan multinasional mulai diwajibkan untuk menyusun TPDoc sejak diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 213/2016. "Saya bisa sampaikan Indonesia merespons aktif apa yang ada pada sistem pajak internasional. Setiap pembaruan ketentuan transfer pricing di Indonesia merupakan bentuk respons aktif atas rekomendasi dari perkembangan-perkembangan tersebut," ujar Atika.
Menurut Atika, kewajiban untuk menyusun TPDoc seyogianya tidak dimaknai sebagai beban tambahan bagi wajib pajak. Atika mengatakan TPDoc adalah kesempatan bagi wajib pajak untuk membuktikan bahwa harga yang ditetapkan sudah lazim dan sebanding dengan harga pada transaksi antarpihak independen.
Dengan demikian, isu transfer pricing tidak serta merta selalu berujung pada sengketa antara wajib pajak dan otoritas pajak. Transfer pricing tidak berlanjut ke sengketa sepanjang wajib pajak dan otoritas pajak sama-sama memahami konsep dan interaksi antara ketentuan pajak dan transfer pricing.
Walau demikian, dia mengatakan, sengketa bisa saja timbul bila terdapat perbedaan pemahaman atas konsep dari transfer pricing atau terdapat perbedaan interpretasi atas ketentuan pajak yang berlaku.
"TPDoc jangan dianggap sebagai beban. Ini adalah peluang bagi wajib pajak untuk meningkatkan cooperative compliance mereka dengan otoritas pajak kalau dia memiliki TPDoc yang sound and robust serta defendable," ujar Atika.
Dalam kesempatan ini, 3 peserta teraktif pada sepanjang sesi diskusi mendapatkan buku terbaru terbitan DDTC, Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II). Buku yang disunting oleh Darussalam, Danny Septriadi, B. Bawono Kristiaji, dan Atika Ritmelina Marhani tersebut membahas lanskap perpajakan internasional dan transfer pricing yang mengalami perkembangan signifikan dan menjadi makin kompleks.
Usai sesi diskusi, anggota SPA FEB UI juga diajak melakukan office tour, yakni berkeliling Menara DDTC. Mereka diajak berkunjung ke sejumlah fasilitas yang tersedia di Menara DDTC, termasuk DDTC Library, studio DDTC Academy, dan ruangan kerja bagi karyawan. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.