LAPORAN DDTC DARI PRANCIS

Begini Ketentuan Terbaru Laporan Per Negara di Prancis

Redaksi DDTCNews | Kamis, 22 Februari 2018 | 15:42 WIB
Begini Ketentuan Terbaru Laporan Per Negara di Prancis

Dua delegasi DDTC, Yusuf W. Ngantung dan Cindy Kikhonia, saat mengunjungi kota Paris, Prancis dalam rangka mengikuti konferensi pajak HNWI di Vienna, Austria. (DDTCNews)

PADA tanggal 4 Desember 2017, Prancis mengumumkan peraturan terbaru mengenai pelaporan Country-by-Country (CbC). Aturan CbC Prancis tertuang dalam pasal 223quinquies C Tax Code.

Berdasarkan pasal ini, MNE diminta untuk menyiapkan laporan CbC dengan pendapatan grup, serta informasi lokasi dan aktivitas entitas anggota grup usaha, jika MNE memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Membuat laporan akun konsolidasi.
  • Memegang atau mengendalikan, secara langsung atau tidak langsung, satu atau lebih badan hukum atau cabang yang didirikan di luar Prancis.
  • Memiliki omset konsolidasian tahunan sebelum pajak minimal €750 juta.
  • Tidak dimiliki oleh satu atau lebih badan hukum yang berada di Perancis atau didirikan di luar Perancis.

Menurut pasal 223 quinquies C Tax Code, anggota grup usaha di Prancis atau kantor cabang Prancis yang perusahaan induknya berada di negara yang tidak mewajibkan laporan CbC atau yang belum mempunyai kesepakatan dengan Prancis untuk pertukaran laporan CbC, diminta untuk membuat laporan CbC jika: ditunjuk oleh anggota grup-nya untuk membuat; menginformasikannya kepada otoritas pajak; dan tidak dapat menunjukkan bahwa entitas kelompok lain, yang berada di Prancis atau di wilayah yurisdiksi yang memiliki perjanjian pertukaran CbC dengan Prancis, telah ditunjuk untuk tujuan ini.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Sebagaiman diketahui pada tanggal 30 November 2017, OECD merilis panduan baru mengenai pelaporan CbC. Menurut pedoman ini, negara yang tidak dapat menerapkan pelaporan CbC sehubungan dengan periode fiskal yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2016 disarankan untuk memperbolehkan pelaporan secara sukarela oleh entitas induk Ultimate Parent Entity (UPE).

Lebih lanjut, panduan OECD teresebut juga menyebutkan bahwa apabila laporan CbC disiapkan melalui mekanisme “surrogate filling” yaitu UPE menunjuk entitas lain untuk membuat laporan CbC, maka anggota grup usaha yang berada di negara lain tidak wajib menyerahkan laporan CbC. Hal tersebut jika memenuhi kondisi sebagai berikut:

  • UPE telah menyediakan laporan CbC kepada otoritas pajak di negara domisilinya dalam jangka waktu 12 bulan setelah tahun pelaporan fiskal;
  • UPE harus memiliki undang-undang yang berlaku untuk mewajibkan pelaporan CbC;
  • Dengan tenggat waktu pelaporan pertama pelaporan CbC, perjanjian Qualifying Competent Authority (mengenai pertukaran CbC antarnegara) harus sudah berlaku secara efektif;
  • Negara domisili UPE tidak membuat notifikasi kepada negara lainnya mengenai kegagalan sistem pertukaran informasi;
  • Pemberitahuan berikut telah diberikan:
    • UPE telah memberikan notifikasi kepada Negara domisilinya mengenai laporan CbC
    • Anggota grup usaha lainnya dalam grup telah memberikan notifikasi kepada Negara domisilinya masing-masing, bahwa anggota grup usaha bukan merupakan UPE atau entitas yang ditunjuk untuk menyiapkan CbC, serta menginformasikan identitas perusahaan dalam grupnya yang menyiapkan laporan CbC.

Sesuai dengan panduan di atas, kewajiban laporan CbC di Perancis juga tidak berlaku apabila perusahaan induk berada di negara yang tidak memiliki perjanjian pertukaran CbC dengan Prancis, namun perusahaan induk secara sukarela menyiapkan laporan CbC untuk tahun pajak 2016 dan laporan CbC tersebut dapat dikirimkan oleh otoritas pajak negara domisili perusahaan induk kepada otoritas pajak Prancis.

Sebagai informasi, tulisan ini menjadi bagian dari perjalanan dua delegasi DDTC, Yusuf Wangko Ngantung dan Cindy Kikhonia dalam mengikuti High-Level Conference berteme“High Net-Worth Individuals: The Challenge They Pose for Tax Administrations, FIUs and Law Enforcement Agencies” yang diselenggarakan pada 21-23 Februari oleh Institute for Austrian and International Tax Law (Vienna University of Economics and Business) atas kerja sama dengan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime / UNODC) dan World Bank Group.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Rabu, 18 Desember 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:15 WIB LITERATUR PAJAK

Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra