JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (22/1) kabar datang dari Kementerian Keuangan yang masih menyusun aturan perpajakan untuk bisnis jual beli online. Aturan main yang akan diatur dalam peraturan menteri keuangan ini tidak hanya akan mengatur soal pajak, tapi juga menyangkut sisi kepabeanan.
Khusus pemajakan dagang elektronik domestik, pemerintah mempertimbangkan untuk bermitra dengan pihak yang akan membantu menyetorkan PPN dari barang yang dijual oleh para penjual (merchant) kepada Ditjen Pajak. Pihak tersebut tidak lain adalah situs belanja tempat penjual menjajakan dagangannya secara daring.
Salah satunya adalah Tokopedia, di mana transaksi dilakukan dalam platform dan dimiliki oleh Tokepedia sendiri. Head of Public Policy Tokopedia Sari Kacaribu mengatakan, di Tokopedia saat ini sudah ada lebih dari 2,6 juta penjual baik itu individu, and Usaha Mikro, Kecil dan Mengengah (UMKM) dalam 8 tahun terakhir.
Menurutnya, potensi pajak dari Tokopedia saja sudah cukup besar. Sejauh ini setoran masih terbatas pada Pajak Penghasilan (PPh) yang disetorkan penjual .
Namun tidak semua pajak daring bisa diterapkan seperti halnya pada Tokopedia. Contoh lain adalah situs belanja OLX di mana situs tersebut hanya berfungsi sebagai papan iklan. Sementara itu, transaksi dilakukan langsung oleh penjual dan pembeli. Dengan kata lain, tidak melibatkan pengelola situs dalam transaksi ekonomi.
Berita lainnya masih seputar pajak online di mana ada beragam jenisnya. Berikut ringkasan beritanya:
Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan jenis transaksi digital memang bermacam-macam. Dengan banyaknya jenis transaksi daring, pemerintah masih harus memutar otak agar kebijakan ini efektif. Dia mencontohkan dalam transaksi jual beli daring penyetoran PPN dimungkinkan apabila informasi atas transaksi diketahui dan dilakukan di dalam platform situs. Namun dalam konteks classified ads seperti memasang iklan di dunia maya, mekanisme penyetoran menjadi agak sulit karena transaksi dilakukan di luar platform. Untuk papan iklan daring, pemungutan pajak hanya bisa dilakukan atas transaction fee yaitu pada saat sang pemajang iklan tersebut memperoleh penghasilan atas penyediaan jasa untuk beriklan.
Pemerintah memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor (anti dumping) untuk produk baja I dan H section dari baja paduan lainnya selama tiga tahun ke depan. Kebijakan ini tertuang dalam PMK No 2/PMK.10/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk I dan H Section dari Baja Paduan Lainnya. Besaran bea masuk yang dikenakan yakni sebesar 17,75% pada tahun pertama sejak tanggal diundangkan beleid ini. Kemudian bea sebesar 17,5% pada tahun kedua dan 17,25% pada tahun ketiga. Peraturan ini efektif berlaku pada 21 Januari 2018.
Untung rugi dari penerapan PPh Final UKM sudah ada di tangan Ditjen Pajak. Penurunan PPh final dari 1% menjadi 0,5% diantisipasi otoritas pajak dengan kemungkinan munculnya oknum pengusaha yang memecah omzet mereka supaya mendapatkan tarif yang rendah. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan kalau terkait potensi wajib pajak memecah omzet bisa saja terjadi. Namun, Ditjen Pajak telah memiliki berbagai instrumen yang bisa digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Dia menyatakan Ditjen Pajak akan terus melakukan upaya edukasi dan komunikasi agar wajib pajak tetap patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sistem administrasi putusan di Pengadilan Pajak dianggap belum memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak. Persoalan perbedaan interpretasi, proses persidangan yang nyaris tanpa pengawasan, lamanya penerbitan putusan, hingga dugaan “jual beli” perkara masih melingkupi lembaga yudikatif di sektor pajak tersebut. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, proses Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang melalui Pengadilan Pajak dapat memakan waktu sampai 6 bulan. Jubir MA Suhadi menjelaskan pembagian kerja pengadilan pajak dibagi menjadi dua administrasi. Persoalan administrasi pengawasan dan finansial berada di ranah Kemenkeu, sedangkan persoalan teknis yuridis berada di bawah kewenangan MA. Dia mengatakan untuk putusan PK seharusnya hanya memakan waktu tiga bulan. Salah satu faktor molornya putusan di level PK adalah kurangnya hakim yang menangani masalah pajak. Di MA misalnya, dari ribuan berkas pengajuan PK, hanya ada 1 hakim yang menangani persoalan pajak. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.