BERITA PAJAK HARI INI

Beda Platform, Beda Cara Bayar Pajak Bisnis Online

Redaksi DDTCNews | Senin, 22 Januari 2018 | 11:18 WIB
Beda Platform, Beda Cara Bayar Pajak Bisnis Online

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (22/1) kabar datang dari Kementerian Keuangan yang masih menyusun aturan perpajakan untuk bisnis jual beli online. Aturan main yang akan diatur dalam peraturan menteri keuangan ini tidak hanya akan mengatur soal pajak, tapi juga menyangkut sisi kepabeanan.

Khusus pemajakan dagang elektronik domestik, pemerintah mempertimbangkan untuk bermitra dengan pihak yang akan membantu menyetorkan PPN dari barang yang dijual oleh para penjual (merchant) kepada Ditjen Pajak. Pihak tersebut tidak lain adalah situs belanja tempat penjual menjajakan dagangannya secara daring.

Salah satunya adalah Tokopedia, di mana transaksi dilakukan dalam platform dan dimiliki oleh Tokepedia sendiri. Head of Public Policy Tokopedia Sari Kacaribu mengatakan, di Tokopedia saat ini sudah ada lebih dari 2,6 juta penjual baik itu individu, and Usaha Mikro, Kecil dan Mengengah (UMKM) dalam 8 tahun terakhir.

Baca Juga:
Opsen Pajak Resmi Berlaku! Peluang Tambahan Penerimaan Pemkab/Pemkot

Menurutnya, potensi pajak dari Tokopedia saja sudah cukup besar. Sejauh ini setoran masih terbatas pada Pajak Penghasilan (PPh) yang disetorkan penjual .

Namun tidak semua pajak daring bisa diterapkan seperti halnya pada Tokopedia. Contoh lain adalah situs belanja OLX di mana situs tersebut hanya berfungsi sebagai papan iklan. Sementara itu, transaksi dilakukan langsung oleh penjual dan pembeli. Dengan kata lain, tidak melibatkan pengelola situs dalam transaksi ekonomi.

Berita lainnya masih seputar pajak online di mana ada beragam jenisnya. Berikut ringkasan beritanya:

Baca Juga:
Dapat Tarif Efektif PPN 11% sesuai PMK 131/2024, Kode Fakturnya 04
  • Pengamat: Pemerintah Harus Efektif dalam Pemajakan Online

Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan jenis transaksi digital memang bermacam-macam. Dengan banyaknya jenis transaksi daring, pemerintah masih harus memutar otak agar kebijakan ini efektif. Dia mencontohkan dalam transaksi jual beli daring penyetoran PPN dimungkinkan apabila informasi atas transaksi diketahui dan dilakukan di dalam platform situs. Namun dalam konteks classified ads seperti memasang iklan di dunia maya, mekanisme penyetoran menjadi agak sulit karena transaksi dilakukan di luar platform. Untuk papan iklan daring, pemungutan pajak hanya bisa dilakukan atas transaction fee yaitu pada saat sang pemajang iklan tersebut memperoleh penghasilan atas penyediaan jasa untuk beriklan.

  • Kemenkeu Perpanjang Bea Masuk Anti Dumping Baja

Pemerintah memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor (anti dumping) untuk produk baja I dan H section dari baja paduan lainnya selama tiga tahun ke depan. Kebijakan ini tertuang dalam PMK No 2/PMK.10/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk I dan H Section dari Baja Paduan Lainnya. Besaran bea masuk yang dikenakan yakni sebesar 17,75% pada tahun pertama sejak tanggal diundangkan beleid ini. Kemudian bea sebesar 17,5% pada tahun kedua dan 17,25% pada tahun ketiga. Peraturan ini efektif berlaku pada 21 Januari 2018.

  • Penurunan PPh Final UKM, Ditjen Pajak Waspadai Kecurangan

Untung rugi dari penerapan PPh Final UKM sudah ada di tangan Ditjen Pajak. Penurunan PPh final dari 1% menjadi 0,5% diantisipasi otoritas pajak dengan kemungkinan munculnya oknum pengusaha yang memecah omzet mereka supaya mendapatkan tarif yang rendah. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan kalau terkait potensi wajib pajak memecah omzet bisa saja terjadi. Namun, Ditjen Pajak telah memiliki berbagai instrumen yang bisa digunakan untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Dia menyatakan Ditjen Pajak akan terus melakukan upaya edukasi dan komunikasi agar wajib pajak tetap patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku.

  • Sistem Administrasi Peradilan Pajak Belum Efisien

Sistem administrasi putusan di Pengadilan Pajak dianggap belum memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak. Persoalan perbedaan interpretasi, proses persidangan yang nyaris tanpa pengawasan, lamanya penerbitan putusan, hingga dugaan “jual beli” perkara masih melingkupi lembaga yudikatif di sektor pajak tersebut. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, proses Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang melalui Pengadilan Pajak dapat memakan waktu sampai 6 bulan. Jubir MA Suhadi menjelaskan pembagian kerja pengadilan pajak dibagi menjadi dua administrasi. Persoalan administrasi pengawasan dan finansial berada di ranah Kemenkeu, sedangkan persoalan teknis yuridis berada di bawah kewenangan MA. Dia mengatakan untuk putusan PK seharusnya hanya memakan waktu tiga bulan. Salah satu faktor molornya putusan di level PK adalah kurangnya hakim yang menangani masalah pajak. Di MA misalnya, dari ribuan berkas pengajuan PK, hanya ada 1 hakim yang menangani persoalan pajak. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 06 Januari 2025 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Opsen Pajak Resmi Berlaku! Peluang Tambahan Penerimaan Pemkab/Pemkot

Sabtu, 04 Januari 2025 | 13:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PPN 12% Dihitung dengan DPP 11/12, Faktur Pajaknya Sudah via Coretax

Jumat, 03 Januari 2025 | 09:23 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Dapat Tarif Efektif PPN 11% sesuai PMK 131/2024, Kode Fakturnya 04

Kamis, 02 Januari 2025 | 09:17 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Otak-Atik DPP PPN 12 Persen, Pajak Terutang Tetap Sama

BERITA PILIHAN
Senin, 06 Januari 2025 | 11:49 WIB KINERJA APBN 2024

Penerimaan PPh Badan Sepanjang 2024 Kontraksi 18,1 Persen

Senin, 06 Januari 2025 | 11:46 WIB PENERIMAAN NEGARA

Setoran PNBP 2024 Lampaui Target, Pemerintah Raup Rp579,5 Triliun

Senin, 06 Januari 2025 | 11:37 WIB KINERJA APBN 2024

Realisasi Pajak Sepanjang 2024 Tercapai 97,2% Target, Tumbuh 3,5%

Senin, 06 Januari 2025 | 11:30 WIB PMK 116/2024

PMK Baru, Kemenkeu Ubah Struktur Organisasi Sekretariat Komwasjak

Senin, 06 Januari 2025 | 11:11 WIB LITERATUR PAJAK

Kado Awal Tahun DDTC, 50 Buku Konsultan Pajak untuk Anggota PERTAPSI

Senin, 06 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Aturan Terbaru Tarif Pajak Daerah yang Ditetapkan Pemkab Lombok Barat

Senin, 06 Januari 2025 | 10:45 WIB CORETAX SYSTEM

Terbaru! Perpajakan DDTC Terbitkan 3 Panduan Pajak soal Coretax

Senin, 06 Januari 2025 | 10:39 WIB KINERJA APBN 2024

Sama Persis dengan Target di UU, APBN 2024 Defisit 2,29 Persen PDB

Senin, 06 Januari 2025 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Lapor SPT Tahunan 2024 Masih Pakai DJP Online, Bukan Coretax