PENAGIHAN PAJAK

Bantu Negara Mitra Tagih Pajak, Siapa yang Tanggung Biayanya?

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 25 Juli 2024 | 15:00 WIB
Bantu Negara Mitra Tagih Pajak, Siapa yang Tanggung Biayanya?

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah, melalui Ditjen Pajak (DJP), bisa memberi bantuan penagihan pajak kepada negara atau yurisdiksi mitra. Hal ini diatur dalam Pasal 20A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023.

Pemberian bantuan penagihan pajak tentu akan menimbulkan biaya. Sesuai dengan ketentuan, biaya penagihan pajak akan ditanggung negara atau yurisdiksi mitra yang meminta bantuan jika nilai klaim pajak berhasil tertagih. Jika tidak berhasil, biaya tersebut akan ditanggung Indonesia.

“Dalam hal klaim pajak tidak dapat tertagih, biaya penagihan pajak yang sudah dikeluarkan oleh DJP ditanggung oleh negara [Indonesia],” bunyi penjelasan Pasal 7 huruf a UU KUP s.t.d.d UU HPP, dikutip pada Kamis (25/7/2024).

Baca Juga:
Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Dengan demikian, pihak yang menanggung biaya penagihan pajak tergantung klaim pajak yang diajukan bantuan bisa tertagih atau tidak. Jika DJP berhasil menagih maka biaya penagihan yang dibayarkan negara atau yurisdiksi mitra dicatat sebagai PNBP.

Untuk diketahui, biaya penagihan pajak merupakan biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

Pemerintah menambahkan ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak antarnegara melalui revisi UU KUP dalam UU HPP. Selain memberi bantuan penagihan pajak, pemerintah pun bisa mengajukan bantuan penagihan kepada negara atau yurisdiksi mitra.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Negara atau yurisdiksi mitra itu merupakan negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional. Adapun perjanjian internasional yang dimaksud ialah perjanjian bilateral atau multilateral yang mengatur kerja sama bantuan penagihan pajak.

Perjanjian internasional tersebut meliputi 3 jenis perjanjian: (i) persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B); (ii) konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan; (iii) perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Kendati merupakan wewenang menteri keuangan, permintaan dan pemberian bantuan penagihan pajak dilakukan oleh direktur jenderal (dirjen) pajak berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal.

Baca Juga:
Pajak Minimum Global Timbulkan Pajak Tambahan, Begini Cara Hitungnya

Penerapan prinsip resiprokal berarti dirjen pajak dapat memberikan bantuan penagihan pajak kepada pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra sepanjang mereka juga memberikan bantuan penagihan pajak yang setara kepada pemerintah Indonesia.

Misal, tindakan penagihan pajak akan dilakukan sampai dengan memberitahukan surat paksa dalam hal negara mitra atau yurisdiksi mitra melakukan bantuan sampai dengan memberitahukan surat paksa atau tindakan yang dapat dipersamakan dengan itu.

Bantuan penagihan pajak dapat dilakukan setelah diterima klaim pajak dari negara atau yurisdiksi mitra. Klaim pajak ini merupakan instrumen legal dari negara atau yurisdiksi mitra yang paling sedikit memuat: (i) nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan; dan (ii) identitas penanggung pajak.

Baca Juga:
Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Atas klaim pajak tersebut, DJP akan melakukan tindakan penagihan pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku mutatis mutandis dengan ketentuan di negara atau yurisdiksi mitra. Adapun klaim pajak ini menjadi dasar penagihan pajak.

“Nilai klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra kedudukannya dipersamakan dengan utang pajak. Oleh karena itu, atas nilai klaim pajak tersebut dilakukan tindakan penagihan pajak oleh dirjen pajak,” bunyi penjelasan Pasal 20A ayat (8) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:00 WIB PROVINSI ACEH

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Raup Rp46,78 Miliar

Jumat, 24 Januari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

Isi Data Transaksi XML Faktur Pajak Digunggung, Tak Wajib Detail

Jumat, 24 Januari 2025 | 11:30 WIB HARI PABEAN INTERNASIONAL 2025

Perkuat Kelancaran dan Keamanan Trafik Barang, DJBC Serukan Kolaborasi

Jumat, 24 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

3 Skema Terbaru Pembuatan Kode Billing di Coretax DJP