Ilustrasi.
CANBERRA, DDTCNews—Pengadilan Tinggi Australia menolak banding BHP, raksasa tambang yang berbasis di Melbourne, atas tagihan pajak Aus$87 juta atau Rp815 miliar terkait dengan penggunaan pusat pemasaran yang kontroversial di di Singapura untuk mengurangi tagihan pajak.
Putusan tersebut sekaligus mengakhiri perselisihan yang berkepanjangan antara Ditjen Pajak Australia (Australian Taxation Office/ATO) dan BHP tentang penggunaan perusahaan perdagangan di Singapura untuk membeli dan menjual komoditas seperti bijih besi yang ditambang di Australia.
“Warga Australia sekarang dapat memiliki keyakinan penuh bahwa BHP, sebagai salah satu perusahaan terbesar di Australia, membayar pajak penuh atas keuntungannya dari penjualan komoditas Australia,” kata Rebecca Saint, Wakil Komisaris ATO, Rabu (11/3/2020).
Ia menambahkan vonis atas kasus tersebut diharapkan dapat menjadi preseden hukum bagi perusahaan multinasional lain yang juga menggunakan struktur pemasaran luar negeri untuk menurunkan jumlah pajak yang mereka bayar kepada ATO.
“Keputusan banding ini berarti BHP dikenakan pajak atas laba yang diperoleh pusat pemasarannya di Singapura, dari komoditas yang ditambang BHP di Australia, yang dibeli dari anak perusahaan BHP di Inggris,” tegas Rebecca.
Ia juga menekankan preseden yang ditetapkan oleh keputusan Pengadilan Tinggi itu telah memberikan panduan yang jelas, yang akan membantu kantor pajak dalam memastikan perusahaan multinasional lain membayar bagian pajak yang adil kepada ATO.
BHP adalah salah satu dari setidaknya 15 kelompok perusahaan multinasional termasuk Glencore dan Rio Tinto yang diselidiki ATO sehubungan dengan kemungkinan penghindaran pajak yang difasilitasi oleh pengaturan pusat penjualan dan pemasaran di Singapura.
Investigasi ini mendorong Glencore mengumumkan berhenti menyalurkan penjualan batu bara Australia melalui Singapuraa pada 2015. Sementara itu, pada 2017 Rio mengatakan akan melawan permintaan pajak Aus$370 juta dari ATO atas penggunaan Singapura sebagai pusat pemasaran.
Banding BHP berpusat pada dual listing perusahaan di Australia dan Inggris, dan labanya disalurkan melalui pusat pemasarannya di Singapura. BHP mengklaim tidak boleh membayar pajak atas sebagian pendapatan yang dihasilkan pusat pemasaran itu, karena ia bukan rekanan cabang Australia-nya.
Sebaliknya, ATO berpendapat perusahaan pusat pemasaran di Singapura itu adalah ‘perusahaan asosiasi’ BHP. Karena itu, BHP bertanggung jawab atas pajaknya. Lebih lengkap atas putusan banding tersebut dapat dilihat di sini, sementara siaran pers ATO dapat dibaca di sini.
Pengadilan Tinggi menolak banding BHP dengan putusan bulat. BHP mengatakan putusan itu memberi kejelasan pada bidang teknis hukum pajak. Artinya, perusahaan akan membayar pajak tambahan sekitar Aus$87 juta untuk pendapatan antara 2006 dan 2018. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.