Ilustrasi.
SEJUMLAH negara di dunia mulai menerapkan kebijakan pengendalian konsumsi minuman berpemanis, seiring dengan terus meningkatnya risiko masyarakat terkena penyakit diabetes.
Laporan World Bank bertajuk Taxes on Sugar-Sweetened Beverages: International Evidence and Experiences yang dirilis pada 2020 lalu sempat mengulas implementasi pengendalian konsumsi minuman berpemanis di banyak negara.
Publikasi tersebut menyebutkan terdapat 3 instrumen yang jamak digunakan negara-negara di dunia untuk mengendalikan konsumsi minuman berpemanis. Ketiganya adalah cukai, pajak pertambahan nilai atau good and services tax (PPN/GST), dan bea masuk impor.
Dari ketiga instrumen tersebut, mayoritas negara di dunia memilih instrumen cukai. Namun, apabila dibedah lagi, sistem penerapan cukai pada minuman berpemanis juga ada banyak ragamnya.
Laporan yang sama dari World Bank tersebut juga memuat data 48 negara di dunia yang menerapkan cukai minuman berpemanis.
Laporan itu menunjukkan bahwa hampir tiga perempat dari pengenaan cukai minuman berpemanis yang berlaku saat ini adalah cukai khusus. Sistem itu cenderung lebih disukai ketimbang cukai ad valorem karena artinya pemerintah harus menaikkan harga semua produk yang dikenai cukai dengan cara yang sama.
Pengenaan cukai khusus pada minuman berpemanis umumnya lebih mudah dikelola. Selain itu, cukai khusus memberikan pendapatan yang lebih stabil karena tidak fluktuatif mengikuti harga produk.
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) menunjukkan sistem cukai khusus terlihat efektif meningkatkan harga barang sehingga akan menurunkan tingkat konsumsi atas produk kena cukai.
Namun, pengenaan cukai tertentu juga erat kaitannya dengan laju inflasi dan pertumbuhan pendapatan masyarakat setiap tahun. Sebagai alternatif, untuk mengatasi risiko keterjangkauan yang meningkat karena pertumbuhan pendapatan per kapita dan inflasi, pengenaan cukai disesuaikan secara teratur untuk memperhitungkan kenaikan tingkat harga eceran yang ideal.
Tercatat hampir setengah dari negara yang menerapkan cukai minuman berpemanis saat ini memiliki sistem berbasis volume tingkat tunggal.
Di sisi lain, sistem cukai ad valorem tidak perlu disesuaikan dengan inflasi. Namun, karena minuman berpemanis yang lebih murah dikenakan cukai yang lebih sedikit (terlepas dari gula atau kandungan kalorinya), sistem ad valorem berisiko mendorong konsumen untuk beralih ke opsi produk yang lebih murah tanpa mengurangi volume minuman berpemanis dan gulanya.
Dalam perjalanannya, sistem cukai ad valorem pada produk tertentu akan berlaku berbarengan dengan pajak atau cukai lainnya agar harganya lebih tinggi, misalnya untuk minuman energi.
Pengenaan cukai berdasarkan kandungan gula juga disukai dari perspektif efisiensi karena pemerintah menargetkan penurunan konsumsi gula yang menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan. Negara yang menerapkan sistem ini biasanya mendorong konsumen untuk beralih ke produk yang lebih sehat dan menyiapkan alternatif produk rendah gula, sekaligus memberi insentif kepada produsen untuk menurunkan kandungan gula pada produk.
Negara yang telah menerapkan cukai berbasis kandungan gula di antaranya Kepulauan Cook, Prancis, Mauritius, Afrika Selatan, dan Sri Lanka. Di Kepulauan Cook, Mauritius, dan Sri Lanka, cukai ini diterapkan berdasarkan kandungan gula absolut yaitu per gram gula.
Kemudian di Afrika Selatan, otoritas membuat ambang batas dengan 4 gram gula pertama per 100 mililiter dibebaskan dari cukai. Di atas ambang batas tersebut, cukai dipungut dengan tarif US$2,1 per gram gula.
Sementara di Prancis, sistem cukai berbasis kandungan gula baru berlaku pada 2018 untuk menggantikan sistem cukai berbasis volume. Cukai dikenakan pada produk dengan kandungan gula mulai 1 gram per 100 mililiter dan naik menjadi €0,2 per liter untuk minuman dengan kadar lebih dari 11 gram per 100 mililiter.
Terakhir, ada cukai dengan sistem hybrid karena menggunakan sistem berbasis volume berjenjang. Secara umum, sistem cukai ini mengenakan tarif yang lebih tinggi pada minuman berpemanis dengan kandungan gula tinggi. Namun, negara juga dapat memberi insentif untuk mendorong substitusi dan reformulasi produk.
Sistem cukai berjenjang memerlukan pendekatan berbasis profil nutrisi untuk mengidentifikasi produk yang akan dikenakan cukai dan ambang batas yang akan diterapkan. Pada pertengahan 2019, cukai berbasis volume berjenjang berlaku di 8 negara, yakni Brunei, Estonia, Irlandia, Malaysia, Portugal, Thailand, Inggris, dan wilayah Catalonia Spanyol.
Berikut ini data tren sistem cukai minuman berpemanis di dunia:
sumber: World Bank: Taxes on Sugar-Sweetened Beverages: International Evidence and Experiences, 2020 (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.